Senjakala Tahta Majapahit

 
 

Senjakala Tahta MajapahitAJAIBNYA.COM – Zaman keemasan Majapahit digambarkan oleh banyak sejarawan terjadi pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk yang didampingi Patih Gajah Mada. Namun sepeninggal Patih Gajah Mada, Majapahit mengalami krisis kepemimpinan.

Kaderisasi yang mengarah kepada penyiapan kepemimpinan generasi selanjutnya tidak berjalan dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah kepemimpinan yang didasarkan kepada keturunan, bukan kepada keahlian. Kewibawan politik yang dihasilkan dari kekuatan pasukan perang merupakan faktor penentu masa kejayaan dan keemasan Majapahit.

Pasca Gajah Mada, kekuatan wibawa kerajaan tersebut mulai melemah akibat berbagai perebutan kekuasaan dan intrik-intrik politik di dalamnya, sehingga menyebabkan melemahnya negara, dimana basis militer merupakan salah satu penopangnya.

Pada masa Patih Gajah Mada hidup, kerajaan Hindhu Jawa ini diklaim hampir berhasil menguasai seluruh wilayah kepulauan Nusantara. Kerajaan Sriwijaya pada masa sebelumnya pun dianggap belum dapat melakukan proses penguasaan wilayah seluas itu.

Kejayaan Majapahit tersebut dibangun melalui peperangan dan penakhlukan atas wilayah yang melampaui pulau Jawa. Proses pencapaian kejayaan yang bersifat demikian sudah tentu memiliki sejumlah konsekuensi turunan. Kerajaan-kerajaan yang berada di wilayah Nusantara pada masa itu kebanyakan merupakan pemerintahan yang bersifat mandiri.

Hal ini berarti kerajaan-kerajaan tersebut tidak pernah memposisikan dirinya sebagai negara jajahan, sebab hakikatnya masing-masing kerajaan adalah sebuah wujud dari negara yang merdeka.

Pasca penaklukan yang dilakukan oleh Majapahit atas wilayahnya, maka posisi ‘merdeka’ ini telah berubah. Kerajaan-kerajaan lain tersebut pada akhirnya harus ‘rela’ menjadi negara takhlukan dari imperium Majapahit. Dengan kata lain, negara-negara taklukan tersebut yang menganggap Majapahit sebagai penjajah.

Babad Soengenep, misalnya, buku yang menceritakan tentang asal mula wilayah Sumenep di Madura ini, dengan jelas memaparkan kebencian masyarakat Soengenep terhadap kerajaan Majapahit.

Buku ini menceritakan bagaimana proses penaklukan Majapahit atas Soengenep yang berdarah-darah dan bangkitnya pahlawan setempat yang bernama Kudapanole dalam melawan agresi militer Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada.

BACA:  Imperium Kepulauan Yang Hilang Di Sebelah Timur

Walaupun buku tersebut kemungkinan disusun pada era belakangan, namun semangat dari buku tersebut bukannya tidak memiliki akar yang kuat. Spirit yang digambarkan oleh babad tersebut adalah jiwa perlawanan yang kuat terhadap penjajahan dari negara lain. Sifat khas dari bangsa yang ingin memiliki kemerdekaannya sendiri.

Demikian juga cerita-cerita tentang penyerangan Gajah Mada ke beberapa wilayah di Sumatra yang menimbulkan kekejaman-kekejaman, berupa pembunuhan, penjarahan, dan pembakaran umumya hanya ditanggapi sebagai dongeng belaka.

Termasuk kisah tentang pemusnahan Kerajaan Silo di Simalungun oleh Tentara Majapahit. Juga cerita yang mendasari Perang Bubat umumnya hanya dikomentari secara “biasa saja” oleh sejarawan.

Perang Bubat ini merupakan sebuah kesalahan besar dalam diplomasi Majapahit. Dimana terjadi kesepakatan antara Maharaja Pajajaran untuk menikahkan putrinya dengan sang Prabu Hayamwuruk.

Sang Maharaja Pajajaran kemudian mengantarkan putrinya hingga ke sebuah gelanggang yang bernama Bubat. Sesuai kebiasaan kuno, raja Sunda tersebut hendak menantikan kedatangan sang menantu untuk menjemput mempelainya. Namun yang terjadi selanjutnya merupakan hal menyedihkan.

Sejak awal Gajah Mada menganggap bahwa Pajajaran akan menjadi negeri taklukan Majapahit, sehingga proses pernikahan tidak terjadi namun justru berakhir dengan peperangan dengan kematian sang Maharaja Pajajaran. Sikap Gajah Mada yang berlaku demikian umumnya hanya disikapi secara ‘dingin’ oleh para sejarawan.

H. J. Van Den Berg, Dr. H. Kroeskamp, dan I. P. Simandjoentak mencatat penyebab lain dari keruntuhan Majapahit adalah tidak loyalnya para pelaku ekonomi terhadap pemerintahan Majapahit. Dikatakan bahwa mata pencaharian utama rakyat Majapahit adalah bertani. Kaum petani ini umumnya memiliki loyaliyas yang tinggi terhadap Majapahit.

Namun demikian golongan ini tidak memiliki akses untuk mempengaruhi kebijakan bahkan tidak mengetahui seluk beluk pemerintahan Majapahit. Golongan lain di luar kaum petani adalah orang-orang kaya dan kaum saudagar. Golongan tersebut umumnya memiliki pengaruh terhadap kehidupan perekonomian, namun justru merasa bahwa dirinya merdeka dari Majapahit.

BACA:  Ibnu Haitham Sang Penemu Azaz Kamera Modern

Sejak awal mereka telah merasa tidak tunduk terhadap pemerintahan Majapahit. Perceraian kedua golongan inilah, yaitu petani dan kaum saudagar atau orang kaya, yang dinilai sebagai salah satu penyebab kerutuhan Majapahit pada masa selanjutnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dukungan terhadap pemerintahan Kerajaan hanya ditopang oleh kesetiaan kaum petani. Loyalitas masyarakat petani inipun umumnya bukan didasarkan atas pengetahuan yang mendalam tentang hakikat pemerintahan kerajaan.

Sedangkan kaum pedagang dan orang-orang kaya yang banyak mempengaruhi perekonomian justru berada pada pihak yang tidak loyal. Apalagi pasca rakyat kecil yang terdiri dari para petani ini, pada masa selanjutnya justru banyak diantara mereka yang menganut agama Islam, maka kekuatan pendukung Majapahit tersebut semakin berkurang dan wibawa kerajaan semakin menurun drastis.

Dr. W. B. Sidjabat memiliki analisa lain terkait penyebab keruntuhan Majapahit. Faktor penyebab tersebut antara lain adalah sering terjadinya banjir besar di sungai Berantas, salah satu sungai yang memiliki posisi strategis bagi pelayaran dan ekonomi Majapahit.

Hal ini mengakibatkan perniagaan-perniagaan di Sungai Berantas terus berkurang. Lebih-lebih pasca meletusnya Gunung Kelud, Sungai Berantas menjadi dangkal akibat aliran lahar dan muaranya maju ke laut sehingga mengakibatkan pelayaran di Canggu berhenti sama sekali.

Belum lagi perebutan mahkota Kerajaan turut memperlemah semua potensi Majapahit. Pada dasarnya Majapahit saat itu memang telah lemah secara politis akibat Perang Paregreg yang cukup lama dan menghabiskan banyak sumber daya.

Perang tersebut merupakan perebutan tahta antara Suhita (putri dari Wikramawardana) dan Wirabumi (putra Hayam Wuruk). Pada tahun 1478 ini Dyah Kusuma Wardhani dan suaminya, Wikramawardhana, mengundurkan diri dari tahta Majapahit.

BACA:  Sejarah dan Rahasia Gerakan Illuminati di Nusantara

Kemudian mereka digantikan oleh Suhita.Pada tahun 1479, Wirabumi, anak dari Hayam Wuruk, berusaha untuk menggulingkan kekuasaan sehingga pecah Perang Paregreg (1479-1484).

Pemberontakan Wirabumi dapat dipadamkan namun karena hal itulah Majapahit menjadi lemah dan daerah-daerah kekuasaannya berusaha untuk memisahkan diri. Dengan demikian penyebab utama kemunduran Majapahit tersebut ditengarai disebabkan berbagai pemberontakan pasca pemerintahan Hayam Wuruk.

Melemahnya perekonomian, dan pengganti yang kurang cakap serta wibawa politik yang memudar. Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri.

Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling menyerang satu sama lain dan berebut mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Sehingga dengan demikian keruntuhan Majapahit pada masa itu dapat dikatakan tinggal menunggu waktu sebab sistem dan pondasi kerajaan telah mengalami pengeroposan dari dalam.

Dengan demikian faktor penyebab melemahnya Majapahit juga disebabkan makin pudarnya popularitas kerajaan Hindhu tersebut di mata rakyat. Keberadaan Majapahit telah tertutupi dengan munculnya kerajaan Demak yang dianggap membawa angin dan perubahan baru. Selain itu Demak juga semakin menguat setelah bersekutu dengan Surapringga (Surabaya), Tuban, dan Madura.

Dimana wilayah-wilayah tersebut sebelumnya merupakan daerah kekuasaan Majapahit. Dengan demikian tuduhan bahwa keruntuhan Majapahit akibat ‘digerogoti’ oleh ulama muslim dari dalam dan semata-mata karena penyerangan kerajaan Demak terbukti tidak benar.

Lantas mengapa sejarah negeri ini belum berpihak kepada umat Islam ? Terkait dengan keruntuhan Majapahit buku-buku pelajaran sejarah seringkali mengulang-ulang bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah serangan dari Kesultanan Islam Demak.

Informasi tersebut biasanya hanya dikemukakan begitu saja tanpa memberikan informasi secara jelas mengapa Demak harus menyerang Majapahit. Sehingga pada akhirnya berdirinya Demak dianggap sebagai sebuah produk ekspansi dalam penebaran ajaran Islam di Tanah Jawa.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN