Ada kisah menarik mengenai makam Prabu Siliwangi. Suatu ketika, Prabu Siliwangi meninggalkan keratonnya. Ia diiringi para ksatria pengawalnya. Diantaranya Eyang Ki Santang, yang terkenal dengan julukan Gagaklumayung. Sang Prabu juga diiringi Eyang Enjang Panadean Ukur, dan beberapa putranya.
Sang Prabu bersama rombongan berangkat menuju ke arah timur. Rombongan melewati suatu daerah, yang sekarang bernama Cianjur. Lalu singgah di Pasir Pakuan, atau Desa Cikancana, Pacet.
Karena kondisi pada masa itu sangat tidak aman, maka dibuatlah sebuah siasat untuk mengelabui musuh, yakni dengan membuat kuburan palsu Prabu Siliwangi. Kuburan itu kemudian diberi nama Pasarean Eyang Haji Jaya Pakuan.
Setelah itu, sang Prabu meneruskan perjalanan seorang diri, tanpa pengawalan. Sampailah ia ke daerah laut selatan. Disitulah Sang Prabu ngahiyang (menghilang). Sukma Sang Prabu jadi satu dengan kekuatan gaib yang tidak bisa diraba, tapi hanya bisa dirasakan oleh sebuah keyakinan. Sejak saat itu, Prabu Siliwangi sudah dianggap meninggal dunia.
SEJARAH PENEMUAN MAKAN KUNO PRABU SILIWANGI
Ihwal penemuan makan Prabu Siliwangi ini dikisahkan oleh Hj Netty Medina S (64), seorang wanita “pemburu sejarah” yang tinggal di kompleks Perkebunan PTP XII Vada Cianjur, Cikalong Kulo. Netty telah menghabiskan banyak waktu mengulik berbagai literatur sejarah, terutama yang berhubungan dengan sejarah Pajajaran.
Sejak mudanya, jiwa Netty memang telah terpanggil untuk menekuni sejarah Sunda, termasuk tentang kerajaan Padjajaran dan leluhur-leluhurnya. Padahal, wawasan formal soal itu, tak ada dalam kamus Netty. Semuanya serba otodidak dan penuh keajaiban.
Singkat cerita, pada tahun 1972, ia berkunjung ke rumah salah seorang kenalannya, Abah Udi, di lereng Gunung Pangrango, Cianjur. Tepatnya di Kampung Selagombong, Desa Cikancana, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Ketika itu secara spontan terluncur sebuah pertanyaan dari Netty kepada Maman, putra Abah Udi.
Gunung Pangrango di Jawa Barat
“Apakah di sekitar sini ada makam keramat?” Tanya Netty spontan ketika itu. Maman sendiri heran, dari mana Netty tahu didaerah itu ada makam keramat. Dan spontan Maman menjawab, “Ya, ada. Kira-kira 1,5 kilo dari sini.”
Tangan Maman menunjuk lereng sebuah gunung yang menjulang tinggi (Gunung Pangrango). Mendengar jawaban itu, Netty penasaran ingin melihatnya. Apalagi setelah dijelaskan Abah Udi, bila yang dimaksudnya itu adalah makam Eyang Haji Jaya Pakuan.
Kontan, tubuh Netty lemas. Darahnya seakan berhenti mengalir. Hj Netty mengucap istighfar berkali-kali. Itulah “makam” prabu Siliwangi, yang dicari-cari oleh banyak pihak pada saat itu.
MAKAM PRABU SILIWANGI
Ketika dikunjungi oleh Ny. Netty, ternyata makam di lereng Gunung Pangrango, Kampung Sela Gombong, Desa Cikancana, Kec. Pacet, Cianjur, Jawa barat itu ada yang menunggui. Ia adalah seorang tua berusia 143 tahun. Namanya Abah Acing.
Orang aneh ini tahu pesis sejarah makam itu. Seakan dia pernah mengalami sendiri masa-masa tersebut. Dulu, kata Abah Acing, di depan makam tersebut ada sebuah sungai bernama Cinangsi. Sungai itu tempat berkumpulnya prajurit-prajurit pasukan Pajajaran (semacam tangsi).
Masih menurut Abah Acing, tak jauh dari tempat itu ada lagi sungai yang sering disebut orang Cikujang. Disitulah disimpannya benda-benda pusaka Pajajaran disembunyikan, seperti kujang dan lainnya.
Nama Cikujang sendiri diambil dari nama benda pusaka khas Sunda tersebut. Masih di sekitar situ, ada lagi tempat patilasan Kian Santang dengan makam istrinya yang bernama Nyai Emas Rantaijati.
PEMINDAHAN MAKAM PRABU SILIWANGI
Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1975, makam itu jarang didatangi lagi oleh Netty. Selain karena sejumlah kesibukannya yang lain, lokasi makam yang jauh dan sulit ditempuh dari rumah Hj Netty di Perkebunan Vada Cikalong Kulon saat itu, juga menjadi penyebabnya.
Ketika mengunjungi makam itu lagi beberapa tahun kemudian, Hj Netty tak menemukan lagi si penjaga makan, Abah Acing. Yang ada hanya sebuah wasiat dari orang tua itu, bahwa dirinya akan pulang ke rahmatullah. Alasannya, saat itu telah ada orang yang akan mengurus dan memelihara makam itu.
Jelas bahwa yang dimaksud Abah Acing dalam wasiatnya, tak lain adalah Hj Netty Medina. Entah kebetulan atau bukan, ternyata setelah ditelisik menurut silsilah keluarga, Hj Netty masih termasuk keturunan ke-27 Raja Galuh, atau keturunan ke-9 dari Eyang Dalem RH Abdul Manf, yang makamnya terletak di Kampung Mahmud, Bandung.
Untuk memudahkan pemeliharaan dan kelestarian sejarah Pajajaran, pada 27 Oktober 1987, makam itu kemudian dipindahkan ke belakang pekarangan Hj Netty di Ciwidey. Pemindahan dilakukan dengan prosesi layaknya memindahkan makam secara Islami. Beberapa tokoh masyarakat di lereng Gunung Pangrango diundang. Yang dipindahkan hanyalah sejumput tanah dari atas makam keramat itu, lalu dimasukkan ke dalam peti.
Kini makam prabu Siliwangi terawat apik di Kampung Ngamprah Pasir Pari, Desa Nengkelan, Ciwidey. Tempatnya berada persis di atas sebuah bukit yang indah. Untuk mencapai makam itu, harus menapaki beberapa anak tangga. Di atas pusaranya terdapat prasasti bertulis:
“Sembah Eyang H Jaya Pakuan gelar Puun Prabu Seda Wali Sakti Hidayatulloh Siliwangi ngalih ti Kutaluhur Gunung Pnagrango Cianjur ka Ngamprah Pasir Pari Desa Nengkelan Kecamatan Ciwidey”.
Sejak makam itu dipindah, banyak yang datang untuk ziarah. Mereka ingin melihat langsung keberadaan makam tersebut, dan tak sedikit pula yang punya maksud-maksud tertentu. Kejadian-kejadian aneh pun, kerap pula terjadi di situ.
Misalnya suatu ketika, ada pengunjung makam yang berasal dari Jakartanya. Ketika akan menaik tangga menuju makam, tiba-tiba ia terduduk dan bersimpuh. Seperti bergerak di luar kesadaran, ia berjalan mengesot, layaknya seorang abdi kerajaan yang hendak megnhadap sang raja. Cara berjalan seperti itu terus dilakukan hingga mendekati makam.
Orang-orang yang melihatnya, tentu merasa heran. Ketika ia sadar dan ditanya, katanya ia melihat seseorang berpakaian bak seorang raja di atas sana. Orang itu berdiri tegak, sangat anggun dan berwibawa. Konon, itulah adalah Prabu Siliwangi yang menampakkan diri.
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin