Kontroversi Situs Gunung Padang

 

AJAIBNYA.COM – Sempat meramaikan pemberitaan pada 2013-2014, situs megalitikum Gunung Padang yang berada di Desa Campaka, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, tetap menjadi destinasi wisata bagi penggemar wisata alam dan sejarah.

Kontroversi Situs Gunung Padang

Menjadi topik yang kontroversial sejak diteliti oleh Tim Terpadu Penelitian Mandiri atau yang dulunya bernama Tim Katastrofi Purba yang diinisasi kantor Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pimpinan Andi Arief.

Tim Terpadu Penelitian Mandiri yang diarahkan oleh Dr Danny Hilman Natawidjaja, geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kemudian memberikan beberapa simpulan yang berbeda dengan tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) yang pernah meneliti sebelumnya. Lalu, ada juga petisi dari 34 arkeolog dan geolog atas rencana ekskavasi massal situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara itu.

Terlepas dari kontroversi, kondisi alam dan lingkungan Desa Campaka, Kabupaten Cianjur, terlebih Kampung Gunung Padang, di mana situs tersebut berada, sungguh elok untuk disambangi. Cuaca sejuk dan suasana dengan dominasi hijau dan bebukitan, jauh dari perkotaan, menambah indah kawasan tersebut.

Pantas saja, dengan panorama alam tersebut, menurut warga, ada tiga Presiden Republik Indonesia yang pernah berkunjung ke Gunung Padang, mulai dari Presiden Sukarno, Presiden Soeharto, dan Presiden Megawati Soekarnoputri.

BACA:  Gunung Raksasa di Dalam Laut Sumatra

Sebenarnya, telah lama tumpukan batu-batu persegi besar di atas Gunung Padang diketahui oleh penduduk sekitar. Mereka mengeramatkannya dan menganggapnya sebagai lokasi Prabu Siliwangi, penguasa turun-temurun Kerajaan Pajajaran yang masyhur, berusaha membangun istana dalam semalam.

Keberadaan Gunung Padang baru terbuka ke hadapan umum, melalui sejarawan Belanda, NJ Krom pada 1914. Namun, Gunung Padang tak pernah diteliti Belanda, Krom saat itu hanya menyebutkannya sebagai makam purba yang terdiri atas empat teras.

Kemudian, sempat dilupakan dan masyarakat kembali melaporkannya pada 1979, yang akhirnya dilanjutkan dengan penelitian oleh Puslit Arkenas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nah, kontroversinya adalah Tim Terpadu Penelitian Mandiri menyebutkan berdasarkan analisis geologi atau analisis karbon, Gunung Padang menyimpan ruangan bagian bangunan pada kedalaman 19 meter yang berasal dari masa lebih dari 10.000 sebelum Masehi (SM). Ruangan itu berada di zona yang disebut lapisan budaya tiga dan empat dalam penelitiannya.

Sebelumnya, tim menduga bahwa Gunung Padang menyimpan bangunan tua. Bangunan tersebut berupa punden berundak yang disebutkan lebih besar dan lebih tua dari situs fenomenal Piramida Giza di Mesir. Menurut riset tim ini, ruangan tersebut membuktikan bahwa bangunan yang dimaksud benar-benar ada.

Riset Tim Terpadu Penelitian Mandiri memang cukup fenomenal dan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi prioritas penelitian nasional hingga menelan biaya cukup besar. Area penelitian pun yang semula seluas 1,7 hektare, lewat Peraturan Gubernur Jawa Barat dieprluas menjadi 25 hektare.

BACA:  Lapisan Geologi Versus Lapisan Budaya di Gunung Padang

Sementara itu, Puslit Arkenas menyebutkan bahwa perkiraan usia situs bebatuan Gunung Padang berasal dari masa sekira 2.500-1.500 SM. Menurut Puslit Arkenas, situs megalitik itu hanya teras batu bergaya menhir di puncak bukitnya saja, hasil penelitian dari 1979-2005 yakni situs yang ada di dalam pagar.

Namun, Tim Terpadu Mandiri menyebutkan, mungkin seluruh bukit dengan tinggi 100 meter atau paling tidak sekitar sepertiga dari puncak merupakan situs.

Puslit Arkenas dan Tim Terpadu Mandiri juga berbeda pendapat soal tingkat peradaban di sekitar wilayah Gunung Padang. Menurut Arkenas, peradaban di sana seusia situs, masih sangat sederhana atau primitif dari masa sebelum Masehi. Istilah Mahakarya pendapat Arkenas, bermaksud menyebutkan mahakarya dari bangsa primitif.

Sementara itu, Tim Terpadu Mandiri menyebutkan, Situs Gunung Padang bukan hasil satu generasi, tetapi multigenerasi. Menurut mereka, yang paling atas bergaya menhir mungkin peradaban sederhana, hanya menata ulang reruntuhan batuan yang sudah ada, kemungkinan berumur sekira 600 SM atau lebih muda.

Namun, dua meter di bawahnya, diselingi tanah timbun adalah bangunan yang sangat maju yang dibuat dari susunan batu-batu kolom, yang diperlakukan seperti batu bata, tersusun rapi dan diisi atau terbungkus semen. Kemungkinan hal itu berasal dari peradaban sekira umur 4.600 SM dan di bawahnya lagi, masih ada struktur bangunan yang lebih tua.

BACA:  Kebenaran Atlantis Dalam Dialog Timaeus dan Critias ( Bagian II )

Menurut Ketua Tim Arkeolog dari Tim Terpadu Mandiri, Dr Ali Akbar, bila terbukti Gunung Padang merupakan bangunan peninggalan peradaban maju, itu akan membangkitkan kebanggan masyarakat Indonesia sebagai bangsa. Seperti halnya keberadaan situs Machu Picchu bagi bangsa Peru.

Manchu Picchu usianya lebih muda dari Candi Borobudur dan Borobudur yang megah saat ditemukan hanya berupa onggokan bukit batu yang ditumbuhi semak dan pepohonan. Menurutnya, apalagi Gunung Padang yang memiliki dua versi peradaban, usia 2.500 SM dan 10.000 SM.

Untuk menguak usia dan bentuk Gunung Padang yang sebenarnya, memerlukan sumber daya besar dan waktu yang lama. Namun, situs Gunung Padang membuktikan adanya kemampuan teknologi hingga sosial budaya dari nenek moyang kita, yang sudah jauh lebih modern dari catatan sejarah ilmu pengatahuan dan peradaban yang diyakini selama ini.

Oleh karena itu, situs Gunung Padang bisa dijadikan destinasi wisata alam, sejarah, dan juga ilmu pengetahuan.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN