Atlantis, Surga Empirik Melalui Teori Atlantis Arysio Santos dan Teori Sundaland Stephen Oppenheimer

 

Atlantis yang hilang, surga empirik melalui Teori Atlantis Arysio Santos dan Teori Sundaland Stephen Oppenheimer, masing-masing menegaskan bahwa berlokasi di Indonesia. Kedua teori ini saling melengkapi, dan masing-masing pencetusnya melakukan kajian sejak 1979.

Para petualangan yang mencari dan mengkaji surga empirik (atlantis) yang hilang, tentu sangat berutang budi terhadap kedua orang ini, karena masing-masing mereka saling melengkapi dan saling mengoreksi, serta dengan yakin berpendapat, menunjuk lokasi surga empirik yang hilang itu berada di wilayah indonesia.

Menjadi pencermatan lebih lanjut, atau pertanyaan kritis bahwa sesungguhnya bagian wilayah manakah di indonesia, yang sesungguhnya poros lokasi surga yang hilang/poros taman firdaus, tumbuh pohon pengetahuan baik-jahat dan pohon keabadian dalam kebun eden itu?

Walaupun ketertarikan memulai kajian, dilakukan oleh keduanya dalam waktu yang relatif bersamaan (tahun 1979), namun mempublikasikan dalam bentuk buku, lebih dahulu dilakukan oleh Stephen Oppenheimer dengan judul “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara” 2010.

Sedangkan Arysio Santos dalam bukunya “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found”, TheDevinitive Localization of Plato’s Lost Civilization (2005), namun versi indonesianya yang lebih dahulu diterbitkan dengan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009).

Seperti terkuak dalam bukunya, bahwa awal mulanya Arysio Santos bersikap menolak seluruh gagasan tentang Banjir Semesta, seperti yang tertulis dalam banyak kitab suci, tentang surga dan Atlantis-Eden, sebagai sesuatu yang mustahil dari perspektif geologis. Tapi yang membuatnya tercengang, ia kemudian menyadari bahwa tradisi-tradisi kuno tentang Bencana Besar secara umum amat akurat.

Kemudian dilakukan riset selama 30 tahun, membuktikan sesuatu yang tampaknya mustahil: realitas tentang Banjir Semesta; lokasi Atlantis yang sebenarnya; identitas Atlantis dengan Eden dan surga-surga tradisional lainnya. Direkonstruksikan secara detail sejarah rahasia dari Benua yang Hilang sebagaimana yang dideskripsikan oleh Plato dalam dialog Timaeus dan Critias, dan para guru dunia lainnya (hal. 676-677).

Pengakuan Stephen Oppenheimer dalam Prakata, hal viii, bahwa kunjungan pertama ke Papua Nugini, mulai tertarik pada kisah asal-usul seperti yang ada di Injil (Kitab Kejadian), yang berusaha menjelaskan di mana asal mula manusia. Ketertarikan ini melahirkan hasil yang tidak terduga, ketika tahun 1979 melakukan penelitian tentang anemia kekurangan zat besi pada anak-anak di pantai utara Papua Nugini.

Ternyata mutasi genetis pada “Anak-anak Kulabob” di sepanjang pantai utara Papua Nugini, tahan terhadap malaria dan ternyata merupakan penanda kunci yang menaungi jejak migrasi orang-orang Polinesia ke Pasifik.

Menyimpan pula berbagai bukti terbaik mengenai migrasi manusia Indo-Pasifik yang mengikuti banjir besar pada akhir dari zaman es terakhir. Bukti-bukti demikian yang menjadi pendorong awal bagi Oppenheimer untuk secara serius meneliti kemungkinan adanya “budaya perintis peradaban dunia” di Asia Tenggara.

Yava, Yavana, Jahve dalam penelusuran Arysio Santos

 Teori Atlantis Arysio Santos

Teori Atlantis Arysio Santos menegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan induk peradaban dunia, serentak dengan itu menjadi sumber asal segala ras di muka bumi. Indonesia disebut juga sebagai sebutan “Pulau Putih”, sebutan surga yang sebenarnya dalam beberapa tradisi kuno.

Sebutan ini berhubungan dengan Sveta-dvipa atau Saka-Dvipa, “Pulau Putih” Surgawi dalam tradisi-tradisi hindu. Di sana, di “Pulau Putih” itu, ras-ras berkulit putih (Saka) berasal pada permulaan saman.

Orang-orang Saka ini juga dikenal sebagai bangsa Yava atau Yavanas (Bangsa Berkulit Putih). Orang-orang Yava sama dengan orang-orang Ionia (atau yang disebut Homer sebagai orang-orang Iaro atau Iarone).

Nama ini, berkemungkinan berarti orang-orang Jawa (Javana), sebenarnya berasal dari pulau Jawa (Jawa), salah satu pulau besar di Indonesia (Hal. 29)

Nama mereka lainnya adalah bangsa “Ethiopia”. Sebutan bangsa “Ethiopia” ditafsirkan secara jenaka oleh orang-orang Yunani Kuno sebagai “bangsa dengan wajah terbakar”.

Tetapi makna yang sebenarnya adalah “dimurnikan oleh api”, seperti ditafsirkan dalam naskah-naskah suci Hindu Kuno tentang agnishvattha yang berarti dimurnikan atau disucikan oleh api. Etnonim ini biasanya diperutukan bagi orang Barbar dan Libia-Funisia dari Afrika Utara.

Tetapi, sebutan ini digunakan juga untuk menyebut ras-ras Timur Jauh (Indonesia) yang berkulit merah dan putih lainnya, terutama orang-orang Tocharia bangsa Kuno yang mendiami Tarim Basim di Asia Tengah. Mereka tinggal sepanjang Jalur Sutra dan telah melakukan kontak dengan bangsa Cina, Persia, India, dan Turki.

Penyebutan pertama tentang bangsa ini muncul pada abad pertama SM ketika Strabo menyatakan bahwa bangsa Tocharia bersama bangsa Assi, Passi, dan Sacarauli ambil bagian dalam penghancuran kerajaan Bactria-Yunani pada paruh kedua abad ke-2 SM (hal. 29-30).

BACA:  Candi Tara, Candi Budha Tertua di Yogyakarta

Dengan demikian Arysio Santos percaya bahwa nama Iapetos pada akhirnya berasal dari bahasa Sansekerta ya-pati, “yang berarti raja orang-orang yang berpindah”.

Akar pertama berhubungan dengan yahva (perairan yang berpindah). Tetapi bentuk dasarnya (ya) berhubungan dengan kata inggris go dan berarti “pergi, mengembara, berbuat khilaf”.

Dalam Weda, kata ini juga merupakan onomastis dari Agni, Indra, atau Soma. Arysio Santos yakin kata ini juga merupakan asal nama Jah atau Jahveh, Tuhan bangsa Yahudi, seperti halnya dewa-dewa Weda, adalah Raja Banjir dan raja dari para pengembara yang khilaf ini (hal.647-648).

Nama Yavana (atau “Greek (Yunani)”) juga berarti “gelisah, senantiasa berpindah” (yahva), yang juga berhubungan dengan javana (kuda atau penunggang kuda yang tangkas).

Demikianlah istilah anomastis ini rupanya merujuk kepada bangsa Tochari awal (atau Yueh-chi), bangsa Hun berkulit putih yang nomaden, yang berasal dari Timur Jauh, yang merupakan leluhur bangsa Yahudi dan bangsa pengembara awal lainnya seperti Ethiopia, Celtic, Etruria, dan suku-suku bangsa Orang Laut lainnya.

Lagi-lagi ini menyiratkan bahwa pihak-pihak yang berseteru dalam perang besar bangsa Atlantis, yaitu Athene dan Atlantis, keduanya adalah “bangsa Yunani” atau Yavana.

Dengan kata lain, Perang Atlantis sebenarnya adalah perang sipil antara dua suku utama bangsa besar tersebut, yaitu Dravida dan Arya. Kata Greek (orang Yunani) berhubungan dengan gray (abu-abu, kelabu) dan merujuk kepada fakta bahwa orang yunani dikaitkan dengan bangsa Atlantis sebagai “orang-orang tua, beruban”, leluhur (atau rishi) umat manusia zaman dulu (hal.648-649).

Akar kata Vana adalah penunjuk indikatif yang mengungkap sebuah hubungan dengan Atlantis dan Surga. Kata ini berarti “hutan, belukar, belantara, kesunyian” dan perluasan maknanya yaitu “tanah yang jauh atau asing”.

Secara harafiah, kata ini sama dengan kata Sansekerta paradesha, dari mana kata paradise (surga) berasal, sebagai sebuah negeri yang jauh, terletak di pinggir samudra yang jauh. Dalam hubungan ini nama Yavana secara harafiah mungkin diartikan “pengembara dari tanah yang jauh” atau, bahkan lebih tepatnya: “pengembara yang berasal dari surga” (hal. 649).

Adon, Adonis, Tuhan dalam Penelusuran Stephen Oppenheimer

Penelusuran Oppenheimer dalam mitos Adonis, Attis, dan Osiris (hal. 650-680 ), bahwa pada suatu ketika, sejak Zaman Es, gabungan pencipta Bulan, pohon pembuat manusia, saudara yang berperang, ular, dan elang dari Maluku dan Melanisia menghasilkan kisah simbolis yang aneh dan rumit, yaitu “dewa pohon yang meninggal dan bangkit kembali”.

Dongeng yang sama terdapat di Barat dengan susunan yang sama persis oleh para penulis Yunani Kuno, kemudian diperkenalkan lagi oleh ethnolog Sir James Fraser pada awal abad ke 20 dalam buku tiga jilid Adonis Attis Osiris untuk kelompok mitos pemujaan kesuburan meyebar luas yang menurutnya berasal dari pemujaan pohon. Fraser memasukan penderitaan Yesus, Maria, Penyaliban, dan kebangkitan setelah tiga hari kematian Yesus dalam agama Kristen dalam spirit kisah itu.

Adonis dan Attis, yang masing-masing berasal dari budaya Yunani dan Phrygia di timur laut Mediterania, jelas berasal dari nenek moyang bangsa Sumeria mereka yang lebih tua di Mesopotamia. Penderitaan Osiris dan Ibu/saudara perempuan/kekasihnya, Isis juga memiliki kekunoan yang tinggi.

Kisah tersebut dicatat dalam dokumen Piramida Mesir Kuno 4.150 – 4.650. Tetapi, meskipun kisah tersebut memiliki banyak motif yang sama dengan kisah sejenis di Timur Tengah, kisahnya sendiri sedikit berbeda dan lebih persis dengan kisah dari Maluku. Hal ini menunjukan penyebaran langsung dan terpisah dari Asia Tenggara (hal.651).

Dalam kisah penderitaan dari Mesir, Osiris mungkin dianggap sebagai dewa kesuburan yang meninggal dan bangkit kembali, yang pergi ke neraka dan hidup kembali sesuai musim, seperti Dumuzi dalam tradisi Mesopotamia, atau Adonis dan Aphrodite atau Persephone dan Hades versi Yunani, atau dewa kemenangan dari dunia bawah tanah bak surga yang ingin dicapai oleh semua bangsa Mesir. Semua motif penting dari Asia Tenggara ada di dalam kisah itu.

Termasuk asal Osiris sebagai roh pohon, Bulan, inces, dengan saudaranya yang bernama Isis, dua saudara yang berperang dan pembunuhan salah seorang saudara, pemotongan tubuh dan pengurungan Osiris yang dilakukan oleh Seth, kebangkitan kembali Osiris yang dilakukan oleh Isis dalam bentuk seekor elang, dan kesuburan yang berasal dari kematian dan kebangkitan kembali (hal.652).

BACA:  Ka'bah Sebagai Pusat Bumi

Adonis dari Yunani keturunan dari dewa-dewi Dumuzi yang merupakan kekasih Inanna, dewi kesuburan hebat dari Sumeria. Dewa Tammuz dan isterinya Ishtar adalah keturunan langsung dari Dumuzi dan Inanna. Mereka disembah selama zaman Babilonia, yang diikuti oleh bangsa Sumeria di Mesopotamia.

Kisah mereka ditulis dalam bahasa Semit bangsa Akkad selama akhir Zaman Perunggu. Kisah tersebut memasukan perintah untuk mandi ritual tahunan dan pemujaan patung Dumuzi yang berbaring diam di Niniveh.

Tammuz sering dilambangkan dengan pohon tamarisk. Setiap tahun, Tammuz harus mati dan pergi ke neraka, diikuti kekasihnya Ishtar, dan akibatnya kehilangan kesuburan di Bumi. Kematiannya di pertengahan musim panas dan kebangkitannya kembali pada hari Paskah setiap tahunnya dirayakan.

Tammuz kemudian dikenal di laut Mediterania Timur dalam bahasa Semit, Adon yang berarti ‘TUHAN’. Orang Yunani mengubah ‘Adon” menjadi nama yang lebih tepat, ‘Adonnis’ selama milenium pertama SM (hal.653-654).

Oppenheimer juga mengemukakan penegasan Fraser tentang pohon Karma suku Munda India adalah nenek moyang dari Adonis. Dengan demikian Fraser telah menemukan ujung dari berbagai macam keyakinan yang berasal dari Asia Tenggara, karena di sanalah suku Munda berasal.

Oppenheimer merujuk kepada Tiang Ngadhu milik suku Ngada di dataran tingggi Flores adalah batang pohon yang telah dipilih dengan seksama dan dengan semangat dibawa kembali ke desa.

Mereka menganggap batang pohon tersebut panas dan berbahaya sampai pohon tersebut dibelah-belah, ditutupi dengan ukiran, dan diletakkan di tengah desa. Lambang lingga yang tidak terlihat secara langsung di tiang bendera dan pohon-Karma menjadi lebih jelas lagi di pohon-ngadhu yang diletakan sejajar dengan rumah rahim ‘wanita’ yang bernama Bhaga (hal.658-659).

Dalam konteks penegasan Fraser, Pastor Paul Arndt, SVD telah dengan tekun mengkaji pengaruh Hinduisme dalam Masyarakat Ngdha di Flores Tengah melalui karyanya “Hinduismus der Ngadha” terpublikasi Folklore Studies, 17.1958.

Sedangkan khusus pengaruh Hinduisme dalam Masyarakat Lamaholot di Kepulauan Solor (Adonara, Lembata, Solor) dikaji dalam karyanya “Demon und Padzi, Die Feindlichen Bruder Des Solor-Archipels, terpublikasi Athropos, Band XXXlll, (1938), hal 1-58, diindonesiakan “Demon dan Paji, Dua Bersaudara yang Bermusuhan di Kepulauan Solor”, (2002).

Dalam kaitan keyakinan Suku Bangsa Lamaholot tentang Rerawulan-TanahEkan , ditegaskan bahwa adanya hubungan antara masyarakat Kepulauan Solor dengan Suku Munda di India. Suku Munda yang dikelilingi oleh orang-orang Hindu dari masa sebelum Budhisme, yakni Brahmanisme, (hal 78).

ADONAI, ELOHIM, dan YEHOVAH, tiga gelar ALLAH

“Pergi mengembara, berbuat khilaf”, “Pengembara yang berasal dari surga”, demikian antara lain makna kata Yavana, Jawa, Yava, Iononia, Yunani, dalam telusuran Arysio Santos.

Makna ini untuk menjelaskan bahwa: suku bangsa Yunani sesungguhnya berasal dari pulau Jawa (Ras Putih) Pulau Putih. Sedangkan merujuk langsung kata javana, jawa secara harafiah diartikan sebagai pengembara yang berasal dari Surga.

Tentu dipertanyakan di mana sesungguhnya poros lokasi surga di wilayah indonesia?. Dalam pengertian bahwa pulau Jawa bukan merupakan poros lokasi Surga yang sesungguhnya. Pertanyaan demikian dapat tertelusuri secara religius dalam makna kata Adon, Adonai, Adonis, Yavana, yahve (Yehova), Yahwe, sebagai mengandung sebutan Allah untuk bangsa Yunani. Yahwe merupakan gelar atau sebutan Allah sebagai penyelamat atau penebus.

Terpahami bahwa Jawa kata bermakna Yavana, Yahve (Yehova), menjelaskan tempat orang-orang yang terselamatkan atau ditebus. Terselamatkan dari sebuah bencana atau tertebus dari sebuah kesalahan, kekhilafan atau kekeliruan. Pemaknaan demikian tidak hanya untuk orang-orang Yunani, melainkan juga untuk orang-orang Jawa yang lebih awal terselamatkan, bahkan ditebus setelah pengembaraan dari lokasi, poros surga yang sebenarnya.

ADONAI, ELOHIM, dan YEHOVAH adalah tiga gelar Allah. Ketiganya adalah sebutan-sebutan Allah. Nama pribadi Allah, YEHOVAH, ditulis dan tidak pernah diucapkan. Orang-orang Yahudi menggolongkan nama itu terlalu suci untuk diucapkan oleh mulut manusia. Nama YEHOVAH dalam bahasa Ibrani dieja JHVH. Apabila para akhli Kitab Suci sampai kepada nama YEHOVAH, mereka membersihkan diri dan pena-penanya.

Begitupun para pembaca Kitab Suci sampai kepada kata ini, mereka tidak akan mengucapkannya, karena takut akan menjadi sia-sia, mereka menggantinya dengan kata ELOHIM (gelar Allah yang resmi, JabatanNya) atau ADONAI (nama Allah untuk mengadili atau memerintah).

Secara kritis penelusuran makna kata ADON, ADONAI, ELOHIM, YEHOVAH (JHVH), dalam catatan ini bersumber dari Siapa Allah, dan Doktrin Mengenai Dosa Asal Bagian I [246]Makalah ini tersedia di World Wide Web pada alamat: www.logon.org dan www.ccg.or.

BACA:  Bumi Sebagai Titik Fokus Keselamatan

ADONAI dapat selalu dikenal oleh kata “TUHA atau TUAN”. Terdapat dua macam kata: ADON adalah tunggal dan ADONAI adalah jamak. ADON bermakna sebagai TUHAN yang berkuasa untuk mengadili, ADONAI kuasa TUHAN memerintah, kuasa mengadili bagi seluruh alam semesta dengan segala isinya, tidak terkecuali manusia.

Makna kata YEHOVAH berarti Penebus, yang selalu ada hubungannya dengan jalan penebusan pada umatNya, namun hubunganNya dengan makhlukNya adalah selalu sebagai ELOHIM. Allah adalah ELOHIM bagi mereka yang belum selamat, tetapi Dia adalah YEHOVAH, Bapa bagi mereka yang sudah selamat.

Kembali ke konteks Teori Atlantis Arysio Santos dan Teori Sundaland Oppenheimer, maka sesungguhnya yang benar tentu pengaruh Peradaban Lamaholot (Kepulauan Solor) yang besar terhadap Hinduisme, bahkan sebelum Hinduisme yakni Brahmanisme di India. Begitupun masyarakat Ngadha di Flores Tengah sebagai wilayah Lamaholot Purba, tentu mempunyai pengaruh yang besar terhadap Hinduisme bahkan Brahmanisme di India.

Terjelaskan melalui tiga siklus peradaban dunia yang hilang dikarenakan bencana alam yang sangat dasyat: siklus 1 pada 75 ribu tahun lalu mengakhiri Atlantis Lemuria, siklus 2 pada 11 ribu tahun lalu mengakhiri Atlantis Sang Putra, siklus 3 terjadi 3ribu tahun lalu mengakhiri Replika atlantis (bandingkan Arysio Santos, hal 96 s/d 160, hal 574 s/d 592, dan Oppenheimmer hal.650-680).

Pendapat Paul Arndt, SVD tentang pengaruh Hinduisme di Ngadha maupun di Kepulauan Solor, tentu hanya dapat di pahami dalam siklus peradaban 3 tentang mencairnya es di puncak pegunungan Himalaya.

Terjelaskan dalam Siklus Peradaban 3 sebagai bencana yang membuat orang dari India dan sekitarnya mengungsi, antara lainnya ke Kepulauan Solor, turunan (anak-cucu) kekinian menyebut diri Ata Sina Jawa Papan Haka.

Namun sesungguhnya jauh sebelumnya ada bencana dasyat dalam Siklus Peradaban 2, yang membuat orang-orang Lamaholot sebagai bagian wilayah Atlantis yang hilang, ada yang selamat, mengungsi dan terdampar di india, bahkan mesir dan yunani, arab, israel (bandingkan Arysio Santos hal 59-160) dan Oppenheimer hal.650-680).

Dengan demikian dalam menelusuri poros sesungguhnya dari Surga Atlantis yang hilang, dapat tercermati melalui makna kata Adonai dan Yahhwe, Yehova sebutan untuk ALLAH. Kata ADON bermakna sebagai TUHAN yang berkuasa untuk mengadili.

Sedangkan kata ADONAI bermakna sebagai kuasa TUHAN memerintah, kuasa mengadili bagi seluruh alam semesta dengan segala isinya, tidak terkecuali manusia. Makna kata YEHOVAH berarti Penebus, yang selalu ada hubungannya dengan jalan penebusan pada umatNya, penyelamatan. Kata Yavana (Jawa) secara harafiah diartikan “pengembara yang berasal dari surga” .

Maka dapat tercermati Poros Atlantis yang hilang di Adonai, Tanah Tadon Adonara (Pulau Adonara) simbol wilayah Poros mewakili wilayah perairan Maluku Sulawesi dan Perairan Nusa Tenggara (minus Bali), poros taman eden, tempat diadili Adam dan Eva, serta Lucifer oleh ALLAH.

(Bandingkan dengan Oppenheimer: Peta Tautan-tautan genetis khusus antara Negeri Asal Austronesia dan Eurasia dan Pasifik Selatan, hal. 298. Dibahas dalam Bab 3 dan 5 tentang Negeri Asal Gen, Bab 6 dan 7 tentang tautan penanda genetis khusus).

Pengadilan ALLAH (Adon, Adonai) mengusir mereka dari POROS Taman Eden, dan menyelamatkan hidup kehidupan mereka di Javana (Tanah Jawa) sebagai simbol wilayah BARAT, dataran Sunda: Jawa-Bali-Sumatra-Kalimantan menyatu Asia.

Alkisah Adam dan Eva, berputrakan Kain dan Habel, simbol yang Jahat dan yang Baik. Kelak Kain membunuh Abel, dan dalam jeratan merasa bersalah Kain bergerak ke TIMUR, dataran Sahul, yakni Kep Aru, Papua, Melanesia, Polinesia, Benua Australia (Bandingkan Peta Purba Garis Wallace-Weber).

Dalam perkembangbiakan keturunan, Seth putra ketiga dari Adam dan Eva, dalam turunan ujung Nabi Nuh dengan anak-anaknya (Sem, Cham, Javet) yang mengalami Bencana Banjir gelobal. Kemudian disusul banjir lain yang tidak sedasyat banjir gelobal Nabi Nuh, (catatan Oppenheimer sekitar 500 banjir besar, Bab 8, hal. 323-347), yang selamat dari Bencana Banjir itu, berdiaspora, menyebar sebagai Anak-anak Domba ALLAH. Melanjutkan hidup kehidupan di tempat kediaman yang baru, menjejakan segala turunan (anak cucu) dalam mempawaikan karya sejarah peradaban dan kebudayaan dunia.

Dapat tertelusuri melalui berbagai kisah Mitos dan Agama serta Ilmu Pengetahuan dan hasil-hasil karya Kebudayaan berkelas dunia. Menorehkan berbagai peran terkenal serta dikenal sebagai Dewa-Dewi, Nabi-Nabi, Gembala-Gembala, Tokoh Dunia Ilmu Pengetahuan, dengan mewariskan berbagai hasil karya Peradaban dan kebudayaan yang Tinggi. Semua mereka bermula dari Atlantis Adonis (Adonara), TIMUR dan Atlantis Javana, Jahwe (Jawa), BARAT (Bandingkan Peta Purba Garis Wallace).***.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN