Keajaiban Gambar Singa Dalam Panji Kesultanan Perlak

 

AJAIBNYA.COM – Jika Anda perhatikan dengan seksama gambar di bawah ini, terlihat jelas dalam gambar kaligrafi yang membentuk gambar singa (dalam Panji Kesultanan Perlak) ini, yang terletak di tengah bagian bawah. Gambar singa sering diidentikkan atau menjadi simbol seorang sahabat, sepupu, sekaligus menantu Nabi SAW yaitu Imam Ali bin Abi Thalib.

Imam Ali bin Abi Thalib bernama asli Haydar bin Abu Thalib, Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah.

Namun, setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW memanggilnya dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah). Imam Ali bin Abi Thalib juga mendapatkan gelar Asadullah (Singa Allah), sebagai catatan bahwa kakek Imam Ali bin Abi Thalib bernama Asad yang berarti singa. Pemberian gelar Assadullah bukan sesuatu yang berlebihan karena keberanian dan ketangguhan Imam Ali bin Abi Thalib dalam setiap peperangan membela Islam dan Rasulullah.

Imam Ali bin Abi Thalib seringkali diberikan wewenang oleh Nabi SAW untuk membawa bendera dan memimpin perang, Imam Ali bin Abi Thalib juga terkenal dengan banyaknya riwayat yang menyebutkan kehebatannya dalam berperang. Bahkan saat tidak ada satu pun yang bisa menaklukkan Benteng Khaibar, beliau-lah yang berhasil menaklukkannya.

Dalam panji ini juga tampak tiga pedang dengan bentuk yang sama, yang berposisi di bawah kaligrafi singa satu pedang, dan dua pedang berposisi di pinggir bagian atas. Pedang dengan bentuk yang khas yaitu melengkung dengan ujung bercabang dan tulisan kaligrafi di bilahnya tersebut adalah pedang Zulfikar, pedang milik Imam Ali bin Abi Thalib yang diberikan oleh Nabi SAW saat perang Uhud.

Tulisan “ Man Kuntu Maulahu Fahadza Aliyyun Maula ” pada bilah pedang bagian atas kanan merupakan kalimat yang sangat terkenal bagi orang-orang Syi’ah, diriwayatkan bahwa kalimat tersebut diucapkan oleh Nabi SAW di depan ratusan ribu (ada yang mengatakan 90.000 dan ada yang mengatakan 120.000) orang selepas melaksanakan ibadah haji terakhir dan dilakukan saat dalam perjalanan pulang tepatnya di wilayah Ghadir Khum sebuah wilayah antara Mekkah dan Madinah.

BACA:  Gunung Padang Akan Segera di Eskavasi

Kalimat tersebut adalah potongan pidato Nabi SAW yang berarti “ Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka inilah Ali sebagai pemimpinnya.”

Bagi Syi’ah, kalimat tersebut adalah sebagai legtimasi bahwa sepeninggal Nabi SAW yang berhak menjadi pemimpin umat Islam adalah Imam Ali bin Abi Thalib. Sementara dalam persepsi Sunni, kata “Maula” diartikan sebagai “kekasih”, sehingga arti lengkap dari kalimat tersebut adalah “Siapa yang menjadikan aku sebagai kekasihnya, maka inilah Ali sebagai kekasihnya”.

Dalam pemahaman Sunni, memang tidak berkeyakinan bahwa Khalifah pengganti Nabi SAW adalah Imam Ali bin Abi Thalib, tetapi pandangan Sunni adalah sesuai dengan dinamika yang benar-benar terjadi yaitu bahwa khalifah pengganti Nabi SAW secara berturut-turut adalah sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan kemudian baru Imam Ali bin Abi Thalib.

Lebih lanjut yang terdapat dalam panji ini adalah tulisan “ La Fatta ila ‘Ali wa la Saifa illa Zulfikar ” pada bilah pedang bagian atas kanan setelah kalimat “Man Kuntu Maulahu Fahadza Aliyyun Maula”.

Diriwayatkan bahwa pada saat Perang Uhud Nabi SAW mendengar seruan malaikat jibril yang berbunyi
“La Fatta illa ‘Ali wa la Saifa illa Zulfikar”, yang berarti tiada pemuda kecuali Ali dan tiada pedang kecuali Zulfikar.

Diriwayatkan barisan pasukan Islam pada Perang Uhud terdapat nama-nama seperti Imam Ali bin Abi Thalib as, Hamzah, Abu Dujanah dan beberapa prajurit lain yang berhasil melemahkan barisan musuh. Nabi Muhammad Saw menjadi target serangan pasukan Quraisy dari berbagai penjuru. Setiap pasukan melancarkan serangan kepada Nabi Muhammad Saw.

Dari mana saja Rasul diserang, beliau memerintahkan Imam Ali bin Abi Thalib as untuk menyerang mereka. Atas pengabdian yang luar biasa ini, Malaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad Saw dan berkata, pengabdian ini adalah hal luar biasa yang telah ditunjukkan olehnya.

Rasulullah Saw pun membenarkan perkataan Malaikat Jibril dan berkata: Aku berasal dari Ali dan Ali berasal dariku. Kemudian terdengar suara dari langit, “Tidak ada pedang selain Dzulfiqar dan tidak ada pemuda selain Ali”.

Selanjutnya adalah gambar telapak tangan sempurna dengan kelima jarinya yang di dalamnya bertuliskan lafadz Allah dan di bawahnya tertulis lima nama yaitu Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain. Kelima nama tersebut juga ditulis dengan jelas di bawah pertemuan dua pucuk pedang Zulfikar.

BACA:  Dahulu Orang Barat Menyebut Indonesia Dengan Sebutan Sunda

Muhammad SAW merupakan Nabi terakhir bagi umat manusia, Ali adalah sahabat, sepupu, sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW, Fathimah adalah putri Nabi SAW yang juga merupakan istri Ali bin Abi Thalib, sedangkan Hasan dan Husain adalah putra Imam Ali bin Abi Thalib. Dalam beberapa riwayat, kelima orang tersebut disebut sebagai Ahlul Kisa’ dan juga Ahlul Bait Nabi SAW.

Diriwayatkan dalam Shahīh Muslim, vol. 7, hal. 130 Aisyah berkata, “Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar rumah menggunakan jubah (kisa) yang terbuat dari bulu domba. Hasan datang dan kemudian Rasulullah menempatkannya di bawah kisa tersebut. Kemudian Husain datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah ditempatkan oleh Rasulullah di sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di bawah kisa dan berkata, “ Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya” (QS. Al-Ahzab [33]:33).

Syi’ah memang sangat memuliakan lima orang yang disebut Ahlul Kisa ini, sekaligus mereka beranggapan bahwa Ahlul Bait itu terjaga dari melakukan dosa seperti yang disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 33 di atas.

Kalimat shalawat “ Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad ” yang posisinya tertulis di bawah lima nama yang dimuliakan ummat Islam, yaitu Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain. Tidak ada suatu mazhab yang lebih mengutamakan shalawat kepada Nabi dan keluarganya daripada Syi’ah, bahkan setiap hari dalam kehidupan mereka selalu diliputi dengan ucapan-ucapan shalawat kepada Nabi dan keluarganya. Shalawat kepada Nabi dan keluarganya memang suatu amalan yang agung, bahkan tidak akan sah sholat seseorang tanpa bershalawat kepada Nabi dan keluarganya.

Berkaitan dengan shalawat ini, Allah menyampaikan dalam surah Al-Ahzab ayat 56,

BACA:  Jejak Kaum Pendatang Berdasarkan Naskah Pangeran Wangsakerta

“ Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Begitulah, Allah SWT memerintahkan kita sholat, zakat, puasa, dan haji sementara Allah SWT sendiri tidak melaksanakan sholat, zakat, puasa, dan haji. Tapi saat Allah SWT memerintahkan manusia untuk bershalawat kepada Nabi dan keluarganya, Ia telah lebih dahulu menyatakan bahwa diri-Nya bersama malaikat juga bershalawat untuk Nabi dan keluarganya.

Dalam panji ini juga terdapat 12 nama Imam Ahlulbait yang memang diakui Syi’ah sebagai Imam dan Khalifah mereka, yang dimulai dari Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, Imam Ali Zainal Abidin, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ja’far As-Shadiq, Imam Musa Al-Kazhim, Imam Ali Al-Ridho, Imam Muhammad Al-Jawad, Imam Ali Al-Naqi, Imam Hasan Al-Askari, dan Imam Muhammad Al-Mahdi bin Imam Hasan Al-Askari.

Kesemuanya adalah keturunan Rasul SAW, dan dalam logo bendera tersebut nama-nama para imam tersebut tertulis di atas kaligrafi singa.

Sejarah mencatat bahwa Kesultanan Perlak yang berada di wilayah Aceh adalah kesultanan pertama di Asia Tenggara. Sejarah juga mencatat bahwa sultan pertama Kesultanan Perlak adalah Syi’ah, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah. Hal tersebut telah menjadi rangkaian bukti bahwa Syi’ah adalah yang pertama datang di Indonesia.

Bukti-bukti lain adalah Tari Saman yang menjadi tarian tradisional Rakyat Aceh, di mana sebenarnya Tarian Saman mengekspresikan kesedihan terhadap tragedi Karbala yaitu tragedi pembantaian keluarga Nabi SAW oleh penguasa zalim saat itu (Yazid bin Muawwiyah bin Abu Sufyan), juga ada peringatan Tabuik di Bengkulu yang dilakukan setiap tahun sekali pada bulan Muharam –tepatnya pada Hari Asyura, yaitu hari saat dibantainya cucu Nabi SAW di padang Karbala.

Sebagai info penutup, kalimat di bawah lafaz Basmalah (paling atas) dalam panji tersebut berbunyi: “Laa ilaha illa-Allah Muhammad Rasulullah ‘Aliyyun Waliyullah Washiyyun Rasulullah” yang artinya: “Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasulullah, Ali Wali Allah, Washi-nya Rasulullah”.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN