Gunung Padang yang berada di Cianjur, Jabar, masih penuh diliputi misteri. Sebagian pakar ilmiah berpendapat bahwa usia situs itu pada antara 3000 s/d 11000 Sebelum Masehi, atau usianya hingga saat ini di antara 5000 tahun hingga 13000 tahun yang silam.
Sketsa gunung padang
Gunung Padang hingga awal abad keduapuluh satu ini masih menyimpan peninggalan masa silam yang luar biasa, dan situs itu pun rupanya tidak luput dari perhatian Raja Kediri Sri Aji Jayabaya yang memerintah Kediri pada abad kedua belas masehi atau sembilan abad yang silam.
Sebagai bukti mengenai hal di atas dapat dijumpai pada naskah Kitab Musarar Jayabaya.
Tan adangu nulya prapti,
Apan ta lajeng binekta,
Mring kang rama ing lampahe,
Minggah dhateng ardi Padhang,
Kang putra lan keng rama,
Sakpraptanira ing gunung,
Minggah samdyaning arga.
(Kitab Musarar, Asmarandana bait 12)
Prabu Jayabaya memanggil seorang putranya, setelah sang putra menghadap, sang prabu bertitah kepada putranya dan mengajak menempuh perjalanan jauh ke Gunung Padang. Tiba-tiba di istana kerajaan terjadi kesibukan luar biasa.
Selanjutnya tidak berapa lama serombongan besar dari istana Kediri berangkat menuju Gunung Padang di Jawa Kulon. Setibanya Gunung Padang beberapa hari kemudian ayah dan putra itu selanjutnya berdua saja mulai mendaki ke gunung itu.
Perjalanan dari Kediri menuju Gunung Padang ditempuh Raja Jayabaya melalui jalur laut. Kapal Angkatan Laut kerajaan kediri mancal dari Ujung Galuh dan mengarungi Laut Jawa kemudian mendarat di sekitar Cimalaya dan selanjutnya rombongan kerajaan menempuh perjalanan darat lurus ke Selatan.
Gunung Padang di Cianjur pada abad keduabelas masehi keadaannya masih cukup baik dari luar tampak sebagaiĀ bangunan yang luar biasa rapi bentuknya seperti satu sisi piramida di Mesir. Bedanya di bagian dalam piramida Gunung Padang adalah sebuah bukit alami.
Selanjutnya gunung itu dilapisi melingkar dengan balok batu alam sehingga di satu sisi gunung tampak sebagaiĀ penampang satu sisi sebuah piramida raksasa. Sementara di sisi lain dibiarkan alami seperti sediakala dan menjadi hutan belantara yang setiap waktu akan merambat menutupi bangunan itu.
Prabu Jayabaya sejak tetirah di Gunung Padang itu setibanya kembali di pusat kerajaan Kediri beliau langsung saja memerintahkan untuk mendirikan goa Selomangleng yang merupakan replika mini dari situs Gunung Padang, keduanya sama terbuat dari batu alami.
Mengapa Goa Selomangleng tidak ambruk selama hampir seribu tahun dibandingkan situs Gunung Padang yang seribu tahun yang silam masih kokoh berdiri seperti yang disaksikan oleh Jayabaya bersama sang putranya?
Goa Selomangleng
Jawabannya ialah Piramida Gunung Padang tidak mendapat perawatan semestinya, hal itu terjadi mengingat lokasinya yang berada di tengah hutan belantara dan di daerah yang rawan bencana alam (gempa bumi) dan juga tertutup hutan lebat pada akhirnya merusak struktur bangunan tersebut.
Bandingkan dengan piramida di Mesir yang berada di tengah padang pasir tentu tidak mendapat gangguan apapun selain cuaca dan sinar matahari.
Goa Selomangleng yang terbuat dari batu besar ungkul walau berada di tengah hutan lebat selama ribuan tahun tidak menjadi rusak karena adanya perawatan teratur dari kerajaan Kediri yang jaraknya hanya sepelemparan batu antara goa Selomangleng dan istana Kediri.
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin