Kisah Sanghyang Manikmaya

 

Sanghyang ManikmayaAJAIBNYA.COM – Kahyangan Jonggring Saloka kelihatan  suram. Para Dewa dan Dewi hatinya miris, melihat perkelahian dua orang putra Sanghyang Tunggal  di  perbukitan. Siapakah mereka sebenarnya.

Mereka adalah putra putra Sanghyang Tunggal. Dari Dewi Rekatawati, Sanghyang Tunggal memperoleh  tiga orang anak kembar yang berasal dari sebuah telur.

Mereka adalah Sanghyang Antaga berasal dari kulit telur, Sanghyang Ismaya berasal dari putih telur dan Sanghyang Manikmaya berasal dari kuning telur.

Disuatu hari Sanghyang Tunggal memanggil ketiga anaknya unuk menentukan siapa satu diantara mereka  yang paling  pantas menggantikan kedudukan Sanghyang Tunggal sebagai Raja Dewa.

Sanghyang Antaga dan Sanghyang Ismaya, merasa paling tua dan merasa paling pantas menggantikan kedudukan ayahanda Sanghyang Tunggal sebagai Raja Dewa.

Maka terjadilah perselisihan antara keduanya. Sanghyang Tunggal memerintahkan keduanya yang sedang berselisih untuk  keluar dari istana.  Mereka  masih berkelahi dengan hebatnya.

Keduanya mengeluarkan segala ajian dan benda pusaka yang dimilikinya. Keduanya sama-sama sakti. Akhirnya Sanghyang Ismaya menantang Sanghyang Antaga untuk menelan sebuah bukit.

Tantangan Sanghyang Ismaya dilayaninya, Sanghyang Antaga mencoba menelan bukit itu. Melihat Antaga berusaha menelan bukit, Sanghyang Ismaya menjadi cemas. Ia segera merebut bukit yang hampir masuk keperut Sanghyang Antaga, dan ditelannya bukit itu bulat-bulat.

Apa yang terjadi pada mereka. Ketampanan Sanghyang Antaga dan Sanghyang Ismaya berubah menjadi menjadi buruk rupa, seorang yang mulutnya lebar, perutnya agak buncit, sedangkan yang lain mulutnya menjadi lebar dan perutnya buncit besar sekali.

Mereka itulah Sanghyang Antaga dan Sanghyang Ismaya yang sekarang. Keduanya menghadap ayahandanya dan mohon ampun atas kekhilafannya.

Sanghyang Tunggal tak bias berbuat apa-apa, karena semuanya sudah kehendak dewa. Sanghyang Tunggal akhirnya memberi nama baru. Sanghyang Antaga menjadi Togog sadangkan Sanghyang Ismaya, menjadi Semar.

Sanghyang Tunggal akhirnya menentukan Sanghyang Manikmaya menjadi Raja Dewa. Karena Sanghyang Manikmaya bertempat tinggal di Tengguru, maka Sanghyang Manikmaya disebut juga Sanghyang Guru atau Bathara Guru.

Juga ada sebutan lain, Sanghyang Permesti Guru, Sanghyang Otipati. Antaga dan Semar mendapat tugas untuk  menjadi pendamping Sanghyang Manikmaya. Belum berapa lama Sanghyang Manikmaya memerintah Tribawana,

BACA:  Sejarah Kepulauan Salomon

Sanghyang Manikmaya sombong, congkak dan angkuh. Kedua saudaranya Togog dan Semarpun telah menasehati, tetapi sikap Sanghyang Manikmaya tetap tidak berubah.

Kesombongan Sang Manikmaya terdengar oleh Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal memberikan hukuman, bahwa nanti pada saatnya Sanghyang Manikmaya akan bertangan empat, berkaki kecil, berleher biru dan bergigi taring.

Sanghyang Manikmaya terduduk dan bersimpuh dihadapan ayahandanya dan mohon ampun dan bertobat. Sanghyang Tunggal memberikan ampun atas kesalahan anaknya,

Sanghyang Manikmaya, namun tidak bias merubah hukuman, karena semuanya sudah kekendak dewa. Untuk Antaga dan Semar, Sanghyang Tunggal berpesan agar nanti pada saatnya  Semar dan Togog  turun ke Arcapada.

Semar mendapat tugas  menjadi pamong para kesatria berbudi luhur sedangkan Togog mendapat tugas menjadi pamong para Raja Raksasa yang berkelakuan jahat.

Beberapa hari kemudian Suralaya mulai mendapat gangguan, terutama para jin mencoba untuk menjatuhkan Sanghyang Manikmaya dari singgasananya.

Raja Jin Prabu Kala Mercu menyerang Kahyangan, Semar dan  Togog tidak mampu mengalahkan Prabu Kala Mercu. Beberapa bangunan Kahyangan mengalami kerusakan. Sanghyang Manikmaya mencoba menghentikan serangannya.

Namun Prabu Kala Mercu terus mendesak mundur Sanghyang Manikmaya  sampai ke daerah bebatuan. Lawan Sanghyang Manikmaya memang  lebih kuat.

Akhirnya Sanghyang Manikmaya terperosok dalam tumpukan batu cadas.Sanghyang Manikmaya merasa kesakitan. Sanghyang Manikmaya mengeluarkan aji kemayan, sehingga lawannya dapat dilumpuhkan.

BACA:  Bathara Kala

Sanghyang Manikmaya  keluar dari tumpukan batu cadas. Sayang kedua kaki Sanghyang Manikmaya menjadi kecil. Karena kakinya kecil, maka Sanghyang Manikmaya disebut pula Sanghyang Lengin.

Prabu Kala Mercu minta ampun dan bertobat. Sebagai tanda telah bertobat, maka Prabu Kala Mercu berjanji akan memberikan kursi singgasana dampar kencana  miliknya kepada Sanghyang Manikmaya.

Sebuah singgasana yang teramat indah. Prabu Kala Mercu kembali ke negerinya, kembali kenegerinya, dan kembali ke Kahyangan Jonggringsalaka, dengan membawa dampar singgasana yang teramat indah, yang bernama Mercukunda, yang menjadi kesayangan Prabu Kala Mercu.

Setelah menyerahkan dampar singgasana itu, Prabu Kala Mercu berpamitan kepada Sanghyang Manikmaya, dan kembali ke negerinya.

Kahyangan Jonggring Saloka mengalami ketenangan kembali, Namun ternyata masih ada yang mengusiknya.

Putra-putra Raja Jin Pattani dari Negeri Dahulagiri, Cingkarabala, Balaupata  dan adiknya yang berujud lembu, Lembu Andana meyerang Kahyangan. Serangan ini langsung disambut oleh Sanghyang Manikmaya.

Sanghyang Manikmaya langsung mengeluarkan aji Kemayannya sehingga ketiga anak Raja Pattani itu pun lemas tidak berdaya. Mereka minta ampun pada Sanghyang Manikmaya.

Sanghyang Manikmaya pun memberikan ampun. Tetapi meminta kepada Cingkarabala dan Balaupata serta Lembu Andana tetap tinggal di Kahyangan Jonggring Saloka.

Mereka mendapat tugas dari Sanghyang Manikmaya. Cingkarabala dan Balaupata ditugaskan menjaga pintu Kahyangan Gerbang Selamatangkep.

Gerbang Selamatangkep akan membuka  sendiri, apabila ada orang yang mau masuk dengan niat baik dan Gerbang Selamatangkep tidak akan membuka apabila orang yang mau masuk berniat tidak baik.

Sedangkan Lembu Andana diganti nama menjadi Lembu Andini, menjadi tunggangan Sanghyang Manikmaya dan selalu siap sewaktu-waktu dibutuhkan.

Ketiga putra Raja Jin Pattani merasa senang dengan perintah Sanghyang Manikmaya. Dua anak Raja Gandarwa datang mencari keberuntungan pula.

BACA:  Situs Gunung Padang Lebih Besar Dari Pada Candi Borobudur

Mereka mencoba menjatuhkan Sanghyang Manikmaya dari singgasana Raja Dewa. Mereka berhasil menjebol Pintu Selamatangkep. Keduanya disambut oleh Semar.

Dengan kentut saktinya  Sanghyang Munget, demikian nama lain sebutan Sanghyang Ismaya, kedua anak jin Gandarwa itu bias dilumpuhkan. Kedua jin gandarwa minta ampun dan bertobat pada Semar.

Mereka berdua ingin mengabdi pada Semar. Semar merasa senang, mereka bisa menemaninya apabila kelak ia harus tutun ke Arcapada.  Kedua jin gandarwa itu diangkat menjadi anaknya.

Mereka diberi nama Gareng dan Petruk. Dalam sunggingan wayang kulitnya, Gareng digambarkan seorang manusia yang bertubuh pendek, tangan kiri cekot dan kaki kanan nya gejig dan mata juling.,

Maksudnya, tangan cekot menggambarkan kalau Gareng orang yang jujur tidak mau mengambil yang bukan haknya. Kaki gejig menggambarkan Gareng tidak pernah pergi ketempat-tempat maksiat.sedangkan mata juling, Gareng tidak ingin melihat kemaksiatan.

Sanghyang Manikmaya hatinya gundah. Ia telah menerima hukuman dari Sanghyang Tunggal hingga kakinya menjadi kecil. Ia harus menunggu tiga hukuman lagi yang belum diberikan.

Ia sangat takut. Untuk menghilangkan rasa cemas yang berkelebihan, ia harus bisa melupakannya. Sanghyang Manikmaya pergi menghibur diri diluar Kahyangan.

Dengan mengendarai Lembu Andini Sanghyang Manikmaya menuju Marcapada. Ditengah perjalanan Sanghyang Manikmaya merasakan dahaga. Sampailah Sanghyang Manikmaya di sebuah sendang, yang airnya sejuk.

Sanghyang Manikmaya menangkupkan kedua tangannya, mengambil air dan meminumnya. Sanghyang Manikmaya terkejut ketika air yang  diminumnya dirasakan beracun.

Untung saja dengan kesaktian Sanghyang Manikmaya, air beracun itu dapat di muntahkan, Tetapi lehernya menjadi biru. Karena lehernya biru Sanghyang Manikmaya pun dikenal dengan sebutan  Sanghyang Nilakanta.

Bersambung

 

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN