Kilasan Sejarah Mengenai Kesultanan Majapahit

 

Kilasan Sejarah Mengenai Kesultanan Majapahit

Saya bersyukur kehadirat Allah SWT atas karunia kesempatan yang telah dilimpahkan. Dan juga berterimakasih kepada junjungan Gusti Kangjeng Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa melimpahkan berkah dan syafaat beliau. Juga berterimakasih kepada seluruh sayyid ulama leluhur tanah Jawa dan Nuswantara. Baik yang tercatat dalam sejarah maupun yang tidak. Yang telah rela, tulus dan ikhlas meninggalkan jejak-jejak, petunjuk-petunjuk, maupun riwayat-riwayat sejarah Islam di Nuswantara. Berkat jejak-jejak tersebut kami para anak-cucu ini dapat melacak dan mengeksplorasi. Sekalipun untuk itu, kami harus bekerja ekstra keras. Dan kami juga harus mengikuti laku leluhur untuk bekerja dengan titi, nastiti, lan ngati-ati.

Terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh rekan-rekan penulis, peneliti, dan pendukung lainnya. Yang rela melibatkan diri dalam Tim Penulisan Sejarah Islam Majapahit. Terutama kepada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta. Lebih khusus lagi kepada Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik atas inspirasi, bantuan, dan dorongannya. Saya akhirnya memberanikan diri menuliskan gagasan-gagasan dan temuan-temuan menarik sepanjang sejarah Islam di Nuswantara, khususnya sejarah Kesultanan Majapahit.

Kesultanan, sepanjang pengertiannya memang pantas di kenakan kepada negeri Majapahit. Hal ini disebabkan oleh rajanya yang memang telah muslim sejak awalnya. Di samping itu, Majapahit juga dengan demikian adalah sebuah Darussalam. Mengapa Darussalam? Karena, dalam bahasa Kawi ia setara dengan istilah hadiningrat. Istilah ini sesungguhnya cukup akrab di telinga kita.

Mengingat ia masih dipergunakan hingga saat ini terutama di Jawa Tengah. Misalnya Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Penulisan sejarah Majapahit Darussalam ini seharusnya didahului dengan penulisan dan penelitian yang seksama di seputar masa awal Islam di Nuswantara. Yakni dari masa Gusti Kangjeng Nabi SAW masih hidup, setidaknya hingga era akhir Singasari (1292). Mungkin tulisan ini akan disusun kemudian setelah buku ini dianggap cukup untuk diterbitkan.

Namun untuk memberikan penjelasan singkat mengenai hal ini, saya menyertakan sekelumit singkat tentang sejarah Islam di Nuswantara sebelum Majapahit. Meskipun hanya sekilas, namun diharapkan penjelasan serba singkat itu dapat memberikan latar belakang bagi negeri Majapahit muslim Nuswantara.

Kerja keras Tim Penyusun ini sungguh menimbulkan keheranan dan kagum dari pribadi saya. Kemauan dan tekad yang sangat gigih mendorong bapak-bapak ini untuk melakukan ekspedisi-ekspedisi. Ekspedisi yang langsung ke situs-situs peninggalan Majapahit. Misalnya kunjungan ke Trowulan di Mojokerto, Jawa Timur. Ini adalah kunjungan swadana yang apa adanya.

Hingga pengantar ini selesai ditulis, komunitas Lembaga Hikmah telah berkunjung ke Trowulan sebanyak 8 kali, sejak Desember 2008. Bahkan sedang merencanakan ekspedisi ke Museum Nasional “Fatahillah”, Museum Uang, Museum Maritim, dan berkunjung ke Perpustakaan Nasional, serta Pusat Dokumentasi di Jakarta.

Di samping itu bapak-bapak Lembaga Hikmah juga melakukan kunjungan kepada para akademisi dan pakar yang terkait. Antara lain berkunjung dan wawancara dengan Prof. Dr. Tulus Warsito (UMY), Prof. Dr. Damardjati Supadjar (F. Filsafat, UGM), Prof. Dr. Timbul Haryono (FIB, UGM), Prof. Dr. Ribut (FIB, UGM), Prof. Dr. Popi Romli, Dr. Andi (FIB, UGM), dll. Semuanya adalah narasumber penting dalam penulisan ini.

Namun, melampaui semua itu adalah, tekad, niatan suci, dan keikhlasan dari seluruh rekan-rekan. Dengan begitu –termasuk penulis- berharap agar buku ini dapat menjadi amal saleh dan persembahan suci/ dharmasiksa ke hadirat Allah SWT. Sehingga dengan upaya penulis yang tak seberapa ini dapat memperoleh ampunan serta rahmat dari Allah SWT. Allahumma taqobbal minnaa, yaa arhamarraahimiin.

PRAWACANA

JALUR SUTRA LAUT YANG MENGAGUMKAN

Menyebut Nuswantara berarti mengacu kepada area kepulauan pra-kolonial yang menjadi cikal bakal Indonesia. Efek bola bumi mengijinkan Nuswantara ditinjau sebagai sentrum globe dunia.

Menurut laporan Bilveer Singh, konferensi tahunan di Hawaii mengenai Indonesia menyangkut masalah posisinya yang sangat strategis. Nuswantara/Indonesia secara geografis terletak pada jalur perdagangan Internasional. Sekalipun saat ini kargo telah mengalami perkembangan teknologi secara mengagumkan, namun untuk kargo dalam jumlah raksasa hanya dapat dilakukan melalui lautan. Dan jalur transkontinental via lautan dari Amerika ke Eropa-Afrika hanya bisa dilakukan melalui kepulauan Nuswantara.

BACA:  Lima Makam Tua Ditemukan Di Teras Kelima Situs Gunung Padang

Lintasan transkontinental ini tak mungkin dilakukan melalui selatan Australia atau utara Kanada. Daerah tertutup oleh lautan es. Satu-satunya lintasan hanya melalui Nuswantara. Hal ini telah berlangsung sejak ribuan tahun lalu, yakni disebut sebagai Jalur Sutra Laut (dari Eropa, Timur Tengah, ke Cina). Sedangkan lintasan darat disebut sebagai Jalur Sutra Darat.

Ke dua jalur perdagangan purba ini menepis anggapan bahwa masa lalu manusia merupakan peradaban yang statis dan tribalis. Ia adalah peradaban dunia yang mobil dan dinamis. Jalur Sutra Darat menghubungkan Muslim Timur Tengah dengan Muslim China melalui Arab, Persia, Afganistan, melalui Pegunungan Tianshan, terus ke Qinghai, Gansu, Cang An/ Xian.

Sedangkan Jalur Sutra Laut menghubungkan Muslim Timur Tengah, Muslim Nuswantara, dan Muslim China. Yakni melalui Teluk Parsi atau Laut Arab, melalui Teluk Bengala, lalu masuk ke Selat Malaka (Gerbang Barat Nuswantara). Dari gerbang barat Nuswantara ini terdapat dua jalur laut. Pertama, melalui Laut China Selatan, Brunai, Ma’man Allah / Manila, tiba di Guangzhou/ Hong Chu, Quanzhou, Hangzhou, Yangzhou, dll, termasuk kota pelabuhan Kanton.

Kedua, karena Laut China Selatan termasuk lautn bergelombang besar, pelayaran dunia cenderung ke selatan melalui Palembang, Banten, Cirebon, Tuban (Majapahit), Warugasik/ Gresik (Majapahit), Watugaluh/ Surabaya (Majapahit), Banjarmasin, melalui Selat Makassar atau Perairan Maluku (Gerbang Timur Nuswantara), terus ke Ma’man Allah/ Manila hingga ke Kanton.

SEGITIGA EMAS NUSWANTARA KARUNIA TUHAN YME

Inilah karunia Tuhan YME kepada muslim di Nuswantara/ Indonesia. Yakni berwujud nuswa (sansekerta) atau nesos (yunani) yang artinya negeri kepulauan, negeri patirtan/ perairan. Negeri-negeri muslim di seluruh Nuswantara berada di ”segitiga emas”. Yakni dari Gerbang Barat (Selat Malaka), ke ujung Selatan di (pojok, ujung) Zawiyah/ Jawa, hingga Gerbang Timur (Perairan Sulawesi-Maluku).

Dengan adanya Jalur Sutra Laut, maka seluruh perdagangan dan kargo yang melintasi lautan harus memasuki perairan Nuswantara. Konsekuensinya, setiap kapal dari seluruh dunia harus berlabuh di Nuswantara. Dan mereka harus membayar beaya labuhnya itu (semacam charge). Karenanya muslim Nuswantara merupakan muslim terkaya dan paling makmur di seluruh Islamistand/ negeri-negeri muslim. Baik yang berada di Timur Tengah maupun yang berada di China. Masuk akal bila banyak pedagang asal Timur Tengah maupun asal China memutuskan untuk mukim di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Dan negeri-negeri manapun di Nuswantara adalah negeri yang mensejahterakan rakyat dan kawulanya. Mereka bebas mukim di Nuswantara di bawah raja-raja muslim ahli sufi dan tasawuf, atau imperial cult . Mereka membangun negeri-negeri yang saling bersaudara baik dalam hal agama Islam, maupun dalam arti genetik sesama keturunan Nabi Muhammad SAW.

Seluruh pemimpin dan kawula di bumi Nuswantara hanya tinggal beribadah dan berbakti kepada Tuhan YME. Dinamika perdagangan Jalur Sutra Laut telah menjadikan Nuswantara negeri yang tata titi tentrem kertaraharja. Subhanallah.

KILASAN SEJARAH ISLAM NUSWANTARA SEBELUM KESULTANAN MAJAPAHIT

Tahun 675M, abad 7M, atau sejak 650, telah terbentuk sebuah segitiga silaturrahmi di Nuswantara, yakni antara daulat Ta Jik (Ta Ce di Swarnabhumi/ Sumatera Utara), Ho Ling (Kalingga di pesisir utara Jawadwipa)- Kanton (Kwang Tung di China Selatan). Pada era Ratu Sima bertahta di daulat Kalingga (Jepara sekarang), telah terjadi relasi silaturrahmi antara daulat-daulat muslim di Nuswantara dengan daulat muslim di China. Jaringan ini meliputi berbagai aspek kehidupan dari mulai perdagangan, pemerintahan, hingga pendidikan agama Islam . Inilah salah satu jaringan (network) yang terjalin semenjak Imam Agung Ali bin Abithalib berkelana selama sekitar 23 tahun (632-655) keluar dan di luar pusat kepemimpinan Islam dunia, kota suci Madinah, dan Timur Tengah pada umumnya.

Saat itu Timur Tengah, khususnya di kota suci Madinah, kota suci Kuffah, dan markas pembangkang Muawiyah bin Abusufyan di Damaskus, tengah terjadi konflik politik berkepanjangan. Konflik itu telah mengakibatkan beberapa hal penting dalam sejarah muslim dunia. Pertama, berpindahnya pusat kepemimpinan Islam dunia (gingsir kedhaton) dari kota suci Madinah Munawwarah ke kota suci Kuffah di Persia (656M). Gingsir kedhaton ini dilakukan atas titah Baginda Ngali atau Imam Agung Ali bin Abithalib yang jumeneng natapandhita (bertahta sebagai Imam, sebagai sayyidin Panatagama Khalifatullah) selama 6 tahun dari 655-661M. Kelak gingsiring kadhaton Islam ini menjadi “sunnah” atau tradisi yang lazim dilakukan oleh daulat-daulat muslim di Nuswantara. Peristiwa ini terkait dengan peletakkan pondasi kosmologis purba bagi sebaran Islam -yang rahmatan lil ‘alamin- ke seluruh dunia . Lisan Jawa kuno menyebut prinsip ini sebagai “kiblat papat, kalima pancer” untuk makrokosmos. Untuk mikrokosmos, “sedulur papat, kalima pancer”. Pancer artinya sentrum/ pusat, yaitu “khalifatullah” yang memancarkan rahmat Allah ke seluruh penjuru bumi.

BACA:  Situs Gunung Padang, Warisan Kebudayaan Nusantara Purba

Kedua, wafatnya Imam Agung Ali bin Abithalib tahun 661 di pusat kepemimpinan Islam, kota suci Kuffah di Persia. Era kepemimpinan Baginda Ali diwarnai dengan pembangkangan beberapa elit Arab terhadap kedhaton Kuffah. Beberapa peperangan internal terjadi. Misalnya perang Jamal, adalah pembangkangan Siti Aisyah bersama Tolhah dan Zubair . Siti Aisyah adalah putri Khalifah Abu Bakar, Khalifah Islam pertama (632-634). Beliau juga termasuk salah seorang janda GK Nabi Muhammad SAW. Peperangan kecil ini berakhir dengan menyerahnya Ibu Aisyah, sehingga terjadi perdamaian. Meskipun demikian dalam peperangan ini putra angkat Ibu Aisyah, Tolhah dan Zubair, wafat.

Perang Shiffin, adalah peperangan Imam Agung Ali bin Abi Thalib dengan kaum pembangkang. Mereka dipimpin oleh Muawiyah bin Abusufyan. Muawiyah adalah termasuk salah seorang sahabat GK Nabi Muhammad SAW. Namun karir kepemimpinannya didasari oleh delik-delik politik semata. Bahkan tega melakukan penipuan politik terhadap Imam Agung Baginda Ngali dan sahabat-sahabat GK Nabi SAW lainnya. Kota Damaskus, markas besarnya, menjadi tempat berkumpul para petualang politik. Mereka berambisi untuk menguasai semua asset kepemimpinan Islam –sejak jaman GK Nabi SAW- yang luar biasa kaya. Damaskus juga merupakan kota besar dengan pelabuhan Libanon yang sangat ramai. Pelabuhan ini menghadap ke selat Gibraltar. Sebuah selat yanbg ramai dengan perdagangan sejak jaman kuno.

Sementara di kota suci Kuffah berkumpul para sahabat yang ahli ibadah, para sufi, dan para pekerja ilmu. Mereka tetap bekerja dengan ikhlas meskipun dalam kondisi terjepit. Mereka harus bekerja cepat (hanya dalam tempo 6 tahun) dan sistematis, karena serbuan dan penipuan politik yang dilakukan muslim Damaskus (Damsyik). Salah satu amanat ilmiyah daulat Kuffah adalah menata sistem-sistem harakat dalam metode pembacaan Al Quran. Sulit membayangkan Alquran seperti yang dibaca muslim hari ini, tanpa penataan dan kerja keras Imam Agung Baginda Ngali dan para pekerja ilmu di Kuffah saat itu .

Mungkin sudah menjadi takdir Allah, kerja-kerja suci dan ilmiyah selalu memperoleh tentangan keras dari para petualang politik muslim. Mereka hanya berpikir seputar kekuasaan dan kelimpahan harta benda. Mereka tak pernah mau memahami betapa penting dan krusialnya penataan ilmiyah yang dilakukan Imam Agung Baginda Ngali bagi masa depan Islam, bahkan bagi masa depan kehidupan dunia secara keseluruhan. Mereka silau dengan gemerlapnya kekuasaan dunia muslim yang terhampar mahaluas ke seantero dunia saat itu .

Berturut-turut setelah wafatnya Imam Agung Baginda Ngali tahun 661, adalah wafatnya penerus kepemimpinan Islam dunia. Adalah Imam Hasan putra sulung Baginda Ngali di kota suci Kuffah. Setelah itu adalah wafatnya Imam Husein putra kedua Baginda Ngali di padang suci Karbala, dekat kota suci Kuffah (682M). Ketiga Imam Agung ini terbunuh oleh muslim petualang politik dan pecandu kekuasaan dari Damaskus. Bahkan pembunuhan ini telah terjadi sejak dua khalifah Islam sebelumnya. Mereka adalah Khalifah ke-2 Sayyidina Umar bin Khaththab dan Khalifah ke-3 Sayyidina Utsman bin Affan .

BACA:  Legenda Terbentuknya Danau Toba

Menarik dicermati, orang-orang Yahudi dahulu membunuh nabi-nabi pemimpin agung mereka sendiri. Dan hal yang sama dilakukan muslim Arab saat itu, yaitu membunuh para Khalifah dan Imam (natapandhita dalam lisan Nuswantara), pemimpin agung mereka sendiri. Berikutnya, semenjak tahun 661M, kepemimpinan Islam dunia berbalik sifat dan karakternya. Para Khalifah dan Imam Agung sebelum itu menjadi pemimpin bagi pencerahan moral dan pengetahuan manusia, pembawa rahmat Allah ke seluruh dunia. Sedangkan kepemimpinan kuasa Arab baik Umayyah (661-1492) maupun Abbasiyyah (750-996) adalah kepemimpinan kekaisaran dunia. Capaian-capaian kuasa mereka semata bersifat politik dan penguasaan harta benda. Karakter kuasa politik dan harta benda semata ini, mengakhiri ajaran suci Islam untuk membawa rahmat suci bagi semesta alam raya. Kepemimpinan rahmatan Islam (kasih sayang), menjadi kekuasaan pedang dan kekejaman.

Demikianlah karakter kuasa Arab yang berkembang setelah itu di sebagian dunia. Di Nuswantara berkembang kepemimpinan Islam dengan karakter yang sangat berbeda. Islam di Nuswantara sejak awal merupakan Islam yang indah dan santun. Islam yang mengutamakan kezuhudan seperti para pendeta, namun gagah berani seperti kesatriya. Kesatuan sifat jamaliyah Allah dan sifat jalaliyah Allah menyempurna menjadi sifat kamaliyah Allah. Hal ini mengingatkan kita kepada sabda GK Nabi Muhammad SAW. “Siang seperti singa, malam seperti pendeta….” . Karakter Islam demikian ini dikatakan dengan lugas oleh Panembahan Senapati ing Alaga Mataram (1586-1601): hamemangun karyenak tyasing sesama. Islam santun yang rahmatan lil ‘alamin. Islam yang menjadi rumah tempat berteduh bagi semua hati manusia dan kemanusiaan .

Ketiga, berakhirnya tradisi ilmiyah di Kuffah. Selama enam tahun di kota suci Kuffah, Imam Agung Baginda Ngali membangun semacam “serikat sahabat pekerja ilmu”. Serikat ini dibentuk demi membangun sistem ilmu pengetahuan dunia. Amanat ilmiyah pekerja ilmu ini menata system tanda harakat bagi aksara Al Quran sebagaimana telah dijelaskan di atas. Di samping itu yang cukup fenomenal, adalah rekonstruksi atas system dan notasi angka-angka dan huruf dari seluruh peradaban ilmiyah dunia saat itu. Kerja ilmiyah ini, membuka peluang bagi terbentuknya suatu system notasi dan angka yang dapat dipahami seluruh peradaban dunia. Tanpa upaya ilmiyah di kota suci Kuffah ini, sulit bagi kita membayangkan sebuah dunia dengan sistem angka dan aksara yang tunggal seperti sekarang.

Keempat, penistaan terhadap keluarga dan keturunan Gusti Kangjeng Nabi Muhammad SAW, khususnya terhadap keluarga Sayyidina Baginda Ngali. Delik politik memalukan dan tidak senonoh ini dilakukan oleh kedua rejim Kaisar Arab baik Dinasti Umayyah maupun Abassiyah. Kaisar Umayyah berkuasa di Damaskus selama 89 tahun (661-750), kemudian di Andalusia, Eropa, selama 742 tahun (750-1492). Kaisar Dinasti Abassiyah berkuasa di Baghdad selama 250 tahun (750-1000). Mereka adalah penguasa baru dunia Islam Arab. Hal ini berlangsung hampir selama 1000 tahun di dunia Islam Timur Tengah. Mereka menghina dan mencela Imam Agung Baginda Ngali, istri beliau Sayyidah Fathimah Zahra dan putra-putra beliau seperti Imam Hasan dan Husein. Bahkan wajib menghina Imam Agung Baginda Ngali dan keluarganya serta keturunannya di mimbar-mimbar suci seperti khutbah jum’at, khutbah Idul Fithri, khutbah Idul Adha, dan khutbah-khutbah lainnya.

Tentu saja situasi seperti ini membentuk budaya agama dan religiusitas yang tidak sehat. Secara psikologis, hal ini menjadi penyebab terjadinya was-was, histeria kolektif, dan truthphobia (takut kepada kebenaran). Mereka menjadi muslim yang keras, arogan, materialistik, dan menyukai kekejaman. Karakter yang demikian itu masih dapat kita saksikan dalam perilaku muslim di Timur Tengah hingga saat ini.

Keempat, terjadinya eksodus duriyah Nabi dan tradisi ilmiyah Kuffah ke China (lewat Jalur Sutra Darat) dan ke perairan Nuswantara (lewat Jalur Sutra Laut). Situasi sosial budaya yang tidak sehat di Timur Tengah seperti dijelaskan di atas, mengakibatkan para durriyah dan pendukungnya harus meninggalkan Timur Tengah.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN