AJAIBNYA.COM – Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana.
Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Terdapat dua sumber utama yang menunjukan berdirinya Kerajaan Mataram Kuno, yaiut berbentuk Prasasti dan Candi-candi yang dapat kita temui samapi sekarang ini. Adapun untuk Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya:
- Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga diceritakan bawa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
- Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha).
- Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
- Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Selain Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan bangunan candi yang masih ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.
PENINGGALAN DINASTI SANJAYA
Dinasti Sanjaya bercorak Hindu berpusat di Jawa Tengah bagian utara. Berikut adalah peninggalan bangunan dari dinasti ( Wangsa ) Sanjaya.
1. Candi Prambanan
Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah.
Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasasansekerta yang bermakna: ‘Rumah Siwa’), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
2. Candi Gedong Songo
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C).
3. Candi Dieng
Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng,Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m.
Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya.
Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Pembangunan Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.
4. Candi Pringapus
Candi Pringapus dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun 1932. Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata.
Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Hal ini terlihat dari adanya arca-arca bersifat Hindu yang erat kaitannya dengan Dewa Siwa.
Sebagaimana lazimnya candi-candi Hindu yang memanifestasikan Siwa, posisi candi dan letak arca-arcanya selalu menjadi ciri khas yang memperhatikan penjuru mata angin. Pintu utama candi menghadap ke timur, dan dikanan-kirinya dijaga Kala dan Nandi.
Kala adalah anak Siwa yang lahir dari persatuan antara Siwa dengan kekuatan alam yang dahsyat. Kala lahir sebagai raksasa sakti yang dapat mengalahkan semua dewa. Sedangkan Nandi adalah lembu putih kendaraan Siwa, sehingga dalam satu perwujudannya Siwa disebut Nandi Cwara.
Pada bagian lain terdapat Durga Mahesasuramardhini. Durga merupakan salah satu perwujudan Uma sebagai dewi cantik dengan berbagai macam senjata anugerah dewa. Sebagai Durga, Uma menurut legenda berhasil mengalahkan raksasa sakti berwujud kerbau yang mengganggu para Brahmana.
Di dalam candi juga terdapat Yoni yaitu salah satu perwujudan Uma (Istri Siwa) yang berfungsi sebagai alas arca Siwa atau perwujudannya (biasanya Lingga) persatuan lingga dan Yoni merupakan simbol penciptaan alam semesta sekaligus simbol kesuburan. Sebagai saksi kebesaran sejarah masa silam, hal lain yang menarik dari Candi Pringapus adalah hiasa Kala berdagu seperti Kala tipe Jawa Timur.
5. Candi Selogriyo
Candi Selogriyo berada di lereng Timur kumpulan tiga bukit yakni Bukit Condong, Giyanti dan Malang di Ds.Campur Rejo,Kec.Windusari, Kab.Magelang.
Candi Selogriyo adalah peninggalan masa Hindu sekitar abad ke-9 yang antara lain ditandai arah hadap pintu ke Timur, adanya arca Ganesha, Durga, Agastya di candi tersebut.Candi ini ditemukan dalam keadaan runtuh dan direkonstruksi menjadi bentuk seperti sekarang ini. Candi ini pernah direkonstruksi ulang setelah mengalami kerusakan parah akibat longsor pada 31 Desember 1998.
B. PENINGGALAN DINASTI SYAILENDRA
Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha mengembangkan berpusat di Jawa Tengah bagian selatan. Berikut adalah Peninggalan Bangunan Dari Dinasti Syailendra
1. Candi Ngawen
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Sailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Menurut Soekmono keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah bangunan suci yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M, yaitu Venuvana (Sanskerta: ‘Hutan Bambu’).
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
2. Candi Mendut
Candi Mendut didirikan oleh Raja Indra, raja pertama Sailendra. Candi ini ditengarai lebih tua dibandingkan Candi Borobudur. Bentuknya persegi empat. Candi yang memiliki pintu masuk dan ruangan ini memiliki tiga buah arca.
Tiga buah arca yang berada di dalam ruangan candi ini diberi nama Buddha Cakyamurti, Avalokiteswara Sang Bodhisatva, dan Maitreya Sang Bodhisatva. Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Mendut juga menjadi tempat spesial pada perayaan Hari Raya Waisak.
3. Candi Pawon
Candi Pawon adalah nama sebuah candi. Candi Pawon dipugar tahun 1903. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa Awu yang berarti abu, mendapat awalan pa dan akhiran an yang menunjukkan suatu tempat.
Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti dapur, akan tetapi De Casparis mengartikan perabuan. Penduduk setempat juga menyebutkan candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra = “halilintar” dananala yang berarti “api”.
Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya.
Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari(mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung). Letak Candi Pawon ini berada di antara candi Mendut dancandi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari candi Borobudur dan 1150 m dari Candi Mendut.
4. Candi Kalasan
Nama lain dari candi ini adalah Kalabening. Estimasi pendiri candi ini adalah Raja Panangkaran, penguasa kedua Kerajaan Mataram Hindu.
Menurut Prasasti Kalasan (angka tahun 778), guru sang raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) untuk mendirikan bangunan suci bagi dewa Tara.
C. Peninggalan Dinasti Isyana
Candi Peninggalan Kerajaan Medang (Dinasti Isyana)
1. Candi Lor (Anjuk Ladang),terletak di Brebek, Nganjuk.
Candi Lor merupakan bangunan candi yang terbuat dari batu bata merah yang diyakini sebagai monumen cikal bakal berdirinya kabupaten Nganjuk yang diperingati setiap tanggal 10 April setiap tahunnya.
Dari prasasti Anjuk Ladang, diketahui bahwa Mpu Sindok, raja Mataram Hindu yang bergelar Sri Maharaja Sri Isyana Wikrama Dharmottunggadewa memerintahkan Rakai Hinu Sahasra, Rakai Baliswara serta Rakai Kanuruhan pada tahun 937 untuk membangun sebuah bangunan suci bernama Srijayamerta sebagai pertanda penetapan kawasan Anjuk Ladang (kemudian nama ini menjadi “Nganjuk”) sebagai kawasan swatantra atas jasa warga Anjuk Ladang dalam peperangan.
Pada areal Candi Lor terdapat dua makam abdi dalem kinasih Mpu Sindok yang disebut Eyang Kerto dan Eyang Kerti, dan sebatang pohon kepuh yang telah tumbuh sejak tahun 1866, diketahui dari tulisan Hoepermans.
2. Candi Gunung Gangsir, terletak di di Bangil.
Candi Gunung Gangsir adalah sebuah candi yang terletak di Dukuh Kebon Candi, Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Nama candi ini masih merupakan mitos penduduk sekitar, yaitu bahwa nama ‘gunung’ diambil dari keberadaan bangunan candi ini pada masa lampau yang dilingkupi oleh gunung. Sedangkan kata gangsir (Jawa: nggangsir) berarti menggali lubang di bawah permukaan tanah.
Menurut keterangan penduduk, nama ini muncul ketika pada suatu saat ada seseorang yang berusaha ‘menggangsir’ gunung ini untuk mencuri benda-benda berharga di dalam bangunan candi ini. Maka dikenallah bangunan candi ini dengan nama Candi Gunung Gangsir.
3. Candi Songgoroti, terletak di Batu Malang
Candi Songgoriti yang juga disebut dengan Candi Supo ini adalah satu-satunya candi peninggalan Mpu Sindok di kota Batu. Beliau adalah raja pertama kerajaan Medang periode Jawa Timur yang memerintah sekitar tahun 929-947. Masa pembangunan Candi Songgoriti belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi diduga candi ini didirikan pada masa perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sekitar abad 9-10 Masehi.
Menurut sejarahnya, kisah Candi Songgoriti ini berawal dari keinginan Mpu Sindok yang ingin membangun tempat peristirahatan bagi keluarga kerajaan di pegunungan yang di dekatnya terdapat mata air. Seorang petinggi kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Mpu Sindok untuk membangun tempat tersebut.
Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan wisata Songgoriti. Atas persetujuan Raja, Mpu Supo mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan beserta sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Di tempat peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mata air di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering digunakan untuk mencuci keris-keris bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sindok.
Mengingat benda-benda kerajaan yang dicuci tersebut bertuah serta mempunyai kekuatan supranatural dan magis yang maha dahsyat, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk berubah menjadi sumber air panas. Sumber air panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
4. Candi Sumber Nanas, terletak di Blitar
Candi Sumbernanas terletak di Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok. Lokasi candi yang tinggal reruntuhannya ini tak jauh dari Kantor Desa Candirejo. Bangunan candi berada di tengah ladang yang tidak terlalu banyak pemukiman warga di sekitarnya.
Candi Sumbernanas ditemukan pertama kali pada tahun 1919 ketika tanah di sekitar candi longsor akibar letusan Gunung Kelud. Keadaan bangunannya telah runtuh, hanya tinggal bagian yang masih tersisa seperti yang terlihat saat ini.
5. Candi Belahan, dibangun oleh Raja Airlingga
Candi Belahan atau Candi sumber Tetek terletak di wilayah Dusun Belahan, Desa Wonosonyo, Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur, tepatnya sekitar 40 km dari kota Pasuruan. Candi ini sebenarnya kalau dilihat dari arsitektur bangunannya merupakan petirtaan yang sangat unik dan mempesona, karena terdapat dua patung wanita Dewi Sri serta Dewi Laksmi.
Dari salah satu patung yang berdiri disitu, yaitu patung Dewi Laksmi mengalir air melalui tetek (kedua puting susu), yang ditampung pad a sebuah kolam berukuran kurang lebih 6 x 4 meter di depan/bawah patung tersebut. Maka dari itu masyarakat setempat menyebut, candi Belahan ini dengan sebutan candi Sumber Tetek.
6. Pertapaan Pucangan, terletak di Gunung Penanggungan
Prasasti Pucangan merupakan sebuah prasasti yang berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna, merupakan prasasti peninggalan zaman pemerintahan Airlangga, yang menjelaskan tentang beberapa peristiwa serta silsilah keluarga raja secara berurutan. Prasasti ini disebut juga dengan Calcutta Stone, karena sekarang prasasti ini disimpan di Museum India di Kolkata (Calcutta), India.
Prasasti Pucangan terdiri dari dua prasasti berbeda yang dipahat pada sebuah batu, di sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuna dan di sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta, namun kedua prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kawi (Jawa Kuna). Prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk bunga teratai.
Penamaan prasasti Pucangan ini, berdasarkan kata Pucangan yang ditemukan pada prasasti tersebut, pada prasasti ini menceritakan adanya suatu perintah untuk membangun suatu tempat pertapaan di Pucangan, yaitu nama sebuah tempat dahulunya di sekitar gunung Penanggungan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin