Lepas dari kontroversi adakah ada atau tidak bangunan di bawah situs Gunung Padang, sejak zaman Belanda sudah diketahui bahwa situs di puncak Gunung Padang adalah sebuah kompleks bangunan megalitik (Krom, 1914, dalam Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie).
Bangunan-bangunan megalitik di seluruh dunia dibangun untuk maksud-maksud tertentu. Yang pernah dipelajari, menunjukkan bahwa bangunan-bangunan ini bisa untuk tempat pemujaan, untuk patok geodetik (titik triangulasi kalau sekarang), observasi matahari, sundial (jam matahari), dll.
Untuk apakah situs megalitik Gunung Padang dibangun. Tidak ada catatan tentangnya, maka kita hanya bisa menduga-duga. Geotrek Indonesia mengunjungi Gunung Padang untuk pertama kalinya pada Februari 2011. Saya saat itu melakukan pengamatan di lapangan dengan mengukur posisi, ketinggian dan azimut setiap teras; karena banyak situs megalitik dunia diinterpretasikan sebagai tempat observasi astronomi (arkeoastronomi), saya juga mengolah data posisi situs menggunakan program astronomi yang bisa melacak posisi konstelasi bintang ke langit pada ribuan tahun yang lalu.
Dari pengamatan dan pengolahan data, dapat di simpulkan pada intinya bahwa situs megalitikum Gunung Padang adalah sebuah situs megalitikum prasejarah yang dibangun untuk keperluan penyembahan dan dibangun pada posisi yang telah memperhatikan posisi geomantik (pola-pola alam/Bumi/mata angin berperan secara harmoni terhadap suatu bangunan) dan mungkin juga astromantik (pola-pola bintang dan planet berperan secara harmoni terhadap suatu bangunan) – meskipun yang terakhir ini perlu penelitian lebih lanjut.
Situs megalitikum Gunung Padang telah dibangun dalam harmoni geomantik untuk tujuan religiositas berupa penyembahan Sang Hyang atau sang penguasa alam saat itu yang oleh manusia pada masa itu diyakini bermukim di puncak Gunung Gede. Gunung dalam kosmologi agama purba Jawa adalah personifikasi pemberi dan pengambil. Ia pemberi kesuburan tanah yang mendatangkan air, menumbuhkan tanaman untuk dimakan, tetapi ia juga adalah sang pengambil yang letusannya bisa membinasakan siapa saja. Maka gunung harus disembah agar ia tak marah dan selalu memberi sebagai pembawa berkah.
Bahwa situs ini dipakai untuk tempat penyembahan dengan orientasi sang penguasa di Gunung Gede dibuktikan oleh kelima teras situs ini dari yang paling rendah (teras 1) sampai yang paling tinggi (teras 5) selalu diarahkan ke Gunung Gede yang posisinya berada pada arah azimut rata-rata 336,40 ° UT. Di teras 2 terdapat dua menhir dan satu dolmen kecil yang kelihatannya dipakai untuk duduk, dan itu tepat mengarah ke puncak Gunung Gede. Arah azimut rata-rata ini pun membentuk kelurusan dengan semua bukit/gunung yang ada di sekitar Gunung Padang yaitu : Pasir Pogor, Gunung Kancana, Gunung Gede, Gunung Pangrango.
Tidak seperti banyak banyak situs megalitikum lainnya (seperti Piramida Mesir, Stonehenge, Machu Picchu) yang dibangun untuk menyembah atau mengindahkan (dewa) Matahari, situs Gunung Padang kelihatannya dibangun untuk diorientasikan seluruhnya kepada Gunung Gede. Dengan demikian, Gunung Gede menempati posisi geomantik yang sangat kuat bagi situs Gunung Padang.
Situs Gunung Padang pun secara geologi berada pada area yang secara kegempaan cukup aktif, yaitu tidak jauh dari sebuah patahan besar di kerak Bumi yaitu Patahan/Sesar Cimandiri. Sesar Cimandiri adalah sesar besar yang memanjang dari Teluk Pelabuhanratu sampai sekitar Padalarang. Bila ada pengaktifan gaya geologi di sekitar Teluk Pelabuhanratu atau Jawa Barat Selatan, maka sesar ini sering menjadi media penerus gaya goncangan gempa. Beberapa menhir yang terguling dan patah di area situs ini diperkirakan sebagai efek gempa.
Pembangunan situs ini juga, terutama di teras 1 telah cukup memperhatikan masalah kelabilan area ini dengan cara menyusun tiang-tiang batu secara mendatar dan saling tumpuk-menumpuk untuk penguatan. Dalam hubungannya dengan penyembahan, situs ini pun dapat dibangun untuk maksud agar manusia dijauhkan dari bencana gempa atau gunungapi yang memang sumber-sumbernya tidak jauh dari Gunung Padang.
Secara astonomis, situs Gunung Padang pun mempunyai harmoni dalam naungan bintang-bintang di langit. Analisis astronomi menggunakan program ‘planetarium’ menunjukkan bahwa posisi situs ini pada ribuan yang lalu berada tepat di bawah bagian tengah lintasan padat bintang di langit berupa jalur Galaksi Bima Sakti. Dan, lokasi situs Gunung Padang pun di sisi atas dan bawah kakilangitnya masing-masing ‘dikawal’ oleh dua rasi yang merupakan penguasa dunia bawah (Bumi) yaitu rasi serpens (ular) dan dunia atas (Langit) yaitu rasi aquila (elang).
Secara kosmologis, mungkin para pembangun situs ini telah memperhatikan tatalangit di atasnya. Barangkali para pembangunnya adalah ras Austronesia yang merupakan pendatang-pendatang pertama di Indonesia. Mereka melintasi Nusantara dari tanah asalnya dengan cara berlayar, dan penguasaan ilmu perbintangan/falak adalah salah satu hal mutlak dalam pelayaran antarpulau. Mungkin juga bahwa situs ini digunakan untuk menjadi tempat pengamatan bintang pada masa lalu.
Geotrek Indonesia pernah bermalam di puncak Gunung Padang pada 7-8 Juli 2012 untuk merasakan apakah benar ada harmoni langit di tempat ini, sayang saat itu langit terlalu terang untuk pengamatan bintang sebab kebetulan bulan baru lepas dua hari dari puncak purnama.
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin