Ramalan Jayabaya Tentang Jatuh – Bangunnya Nusantara

 

Ramalan JayabayaJayabaya salah seorang raja Kediri (1130-57), penerus Airlangga yang paling banyak dikenang, walaupun tentang masa pemerintahannya sendiri tidak banyak diketahui oleh sejarah. Ketika itulah Empu Sedhah dan Empu Panuluh diperintahnya menyadur Mahabharata Sanskerta ke dalam kakawin Jawa Kuno Bhratayuddha. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Gatotkacasraya dan Hariwamsa, sebagai puja-puji persembahannya pada junjungannya Sang Mapanji Jayabhaya Sri Dharmeswara Madhusuddhama Wartamindita itu.

Jaman Kediri, khususnya semasa Kameswara (1115-30) dan Jayabaya (1130-57), memang merupakan jaman mas bagi perkembangan sastra Jawa Kuno. Karena itulah tradisi Jawa mengatakan, bahwa Raja Jayabaya telah meramalkan tentang masa keruntuhan kerajaannya sendiri, dan sekaligus tentang kebangkitan dan kejayaannya kembali di kelak kemudian hari. Ramalan tentang jatuh-bangunnya “Negeri Jawa” atau Nusantara.

Ramalan Jayabaya
Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
Tanah Jawa berkalung besi.
Perahu berlayar di ruang angkasa.
Sungai kehilangan lubuk.

Pasar kehilangan suara.
Itulah pertanda jaman Jayabaya telah mendekat.
Bumi semakin lama semakin mengerut.
Sejengkal tanah dikenai pajak.

Kuda suka makan sambal.
Orang perempuan berpakaian lelaki.
Itu pertanda orang akan mengalami jaman berbolak-balik.
Banyak janji tidak ditepati.

Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
Orang-orang saling lempar kesalahan.
Tak peduli akan hukum Allah.
Yang jahat dijunjung-junjung.

Yang suci (justru) dibenci.
Banyak orang hanya mementingkan uang.
Lupa jati kemanusiaan.
Lupa hikmah kebaikan.

Lupa sanak lupa saudara.
Banyak ayah lupa anak.
Banyak anak berani melawan ibu.
Menantang ayah.

Saudara dan saudara saling khianat.
Keluarga saling curiga.
Kawan menjadi lawan.
Banyak orang lupa asal-usul.

Hukuman Raja tidak adil
Banyak pembesar jahat dan ganjil
Banyak ulah-tabiat ganjil
Orang yang baik justru tersisih.

BACA:  Misteri Nusantara di Masa Depan

Banyak orang kerja halal justru malu.
Lebih mengutamakan menipu.
Malas menunaikan kerja.
Inginnya hidup mewah.

Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
Si benar termangu-mangu.
Si salah gembira ria.
Si baik ditolak ditampik.

Si jahat naik pangkat.
Yang mulia dilecehkan
Yang jahat dipuji-puji.
Perempuan hilang malu.

Laki-laki hilang perwira
Banyak laki-laki tak mau beristri.
Banyak perempuan ingkar pada suami.
Banyak ibu menjual anak.

Banyak perempuan menjual diri.
Banyak orang tukar pasangan.
Perempuan menunggang kuda.
Laki-laki naik tandu.

Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
Lima perawan lima picis.
Duda pincang laku sembilan uang.
Banyak orang berdagang ilmu.

Banyak orang mengaku diri.
Di luar putih di dalam jingga.
Mengaku suci, tapi palsu belaka.
Banyak tipu banyak muslihat.

Banyak hujan salah musim.
Banyak perawan tua.
Banyak janda melahirkan bayi.
Banyak anak lahir mencari bapanya.

Agama banyak ditentang.
Perikemanusiaan semakin hilang.
Rumah suci dijauhi.
Rumah maksiat makin dipuja.

Di mana-mana perempuan lacur
Banyak kutuk
Banyak pengkhianat.
Anak makan bapak.

Saudara makan saudara.
Kawan menjadi lawan.
Guru dimusuhi.
Tetangga saling curiga.

Angkara murka semakin menjadi-jadi.
Barangsiapa tahu terkena beban.
Sedang yang tak tahu disalahkan.
Kelak jika terjadi perang.

Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
Banyak orang baik makin sengsara.
Sedang yang jahat makin bahagia.
Ketika itu burung gagak dibilang bangau.

Orang salah dipandang benar.
Pengkhianat nikmat.
Durjana semakin sempurna.
Orang jahat naik pangkat.

Orang yang lugu dibelenggu.
Orang yang mulia dipenjara.
Yang curang berkuasa.
Yang jujur sengsara.

Pedagang banyak yang tenggelam.
Penjudi banyak merajalela.
Banyak barang haram.
Banyak anak haram.

BACA:  Misteri Satrio Piningit dalam Ramalan Jayabaya

Perempuan melamar laki-laki.
Laki-laki memperhina derajat sendiri.
Banyak barang terbuang-buang.
Banyak orang lapar dan telanjang.

Pembeli membujuk penjual.
Si penjual bermain siasat.
Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
Siapa tangkas lepas.

Siapa terlanjur menggerutu.
Si besar tersasar.
Si kecil terpeleset.
Si congkak terbentur.

Si takut mati.
Si nekat mendapat berkat.
Si hati kecil tertindih
Yang ngawur makmur

Yang berhati-hati merintih.
Yang main gila menerima bagian.
Yang sehat pikiran berpikir.
Si tani diikat.

Si bohong menyanyi-nyanyi
Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
Pegawai tinggi menjadi rakyat.
Rakyat kecil jadi priyayi.

Yang curang jadi besar.
Yang jujur celaka.
Banyak rumah di punggung kuda.
Orang makan sesamanya.

Anak lupa bapa.
Orang tua lupa ketuaan mereka.
Jualan pedagang semakin laris.
Namun harta mereka makin habis.

Banyak orang mati lapar di samping makanan.
Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
Yang gila bisa bersolek.

Si bengkok membangun mahligai.
Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
Terjadi perang di dalam.
Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.

Kejahatan makin merajalela.
Penjahat makin banyak.
Yang baik makin sengsara.
Banyak orang mati karena perang.

Karena bingung dan kebakaran.
Si benar makin tertegun.
Si salah makin sorak sorai.
Banyak harta hilang entah ke mana.
Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.

Banyak barang haram, banyak anak haram.
Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
Tapi betapapun beruntung si lupa.
Masih lebih beruntung si waspada.

Angkara murka semakin menjadi.
Di sana-sini makin bingung.
Pedagang banyak rintangan.
Banyak buruh melawan majikan.

Majikan menjadi umpan.
Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
Si pandai direcoki.
Si jahat dimanjakan.

BACA:  Penjelasan Bait ke-164 Dalam Ramalan Jayabaya

Orang yang mengerti makan hati.
Hartabenda menjadi penyakit
Pangkat menjadi pemukau.
Yang sewenang-wenang merasa menang

Yang mengalah merasa serba salah.
Ada raja berasal orang beriman rendah.
Maha menterinya benggol judi
Yang berhati suci dibenci

Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
Pemerasan merajalela.
Pencuri duduk berperut gendut.
Ayam mengeram di atas pikulan.

Pencuri menantang si empunya rumah.
Penyamun semakin kurang ajar.
Perampok semua bersorak-sorai.
Si pengasuh memfitnah yang diasuh

Si penjaga mencuri yang dijaga.
Si penjamin minta dijamin.
Banyak orang mabuk doa.
Di mana-mana berebut menang.

Angkara murka menjadi-jadi.
Agama ditantang.
Banyak orang angkara murka.
Membesar-besarkan durhaka.

Hukum agama dilanggar.
Perikemanusiaan diinjak-injak.
Tata susila diabaikan
Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.

Rakyat kecil banyak tersingkir.
Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
Dan punya prajurit.

Lebar negeri seperdelapan dunia.
Pemakan suap semakin merajalela.
Orang jahat diterima.
Orang suci dibenci.

Timah dianggap perak.
Emas dibilang tembaga
Gagak disebut bangau.
Orang berdosa sentausa.

Rakyat jelata dipersalahkan.
Si penganggur tersungkur.
Si tekun terjerembab.
Orang busuk hati dibenci.

Buruh menangis.
Orang kaya ketakutan.
Orang takut jadi priyayi.
Berbahagialah si jahat.

Bersusahlah rakyat kecil.
Banyak orang saling tuduh.
Ulah manusia semakin tercela.
Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.

Hore! Hore!
Orang Jawa tinggal separo.
Belanda-Cina tinggal sepasang.
Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.

Si hemat tidak mendapat bagian.
Yang mendapat bagian tidak berhemat.
Banyak orang berulah dungu.
Banyak orang limbung.

Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya jaman.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN