Adam Meninggalkan Ka’bah

 
 

AJAIBNYA.COM ~ Lanjutan dari artikel Kesedihan Adam Berpisah Dengan Tuhan.Tuhan melanjutkan: Adam, sekarang akan Aku tunjukkan suatu hal kepadamu. Adalah lebih baik bagimu untuk hidup dengan penuh kebahagian dan tawaria.

Melewatkan hari-harimu dengan tangisan hanya lah akan membuang waktumu saja. Tidak perlu kau jatuhkan air matamu demi Aku. Aku perintahkan kepadamu untuk pergi meninggalkan Ka’bah itu.

Adam Meninggalkan Ka’bah
Ka’bah dilihat dari atas

Berjalan lah ke suatu arah. Aku berjanji kepadamu, nun di sana ada suatu Negeri di mana kau akan hidup dengan bahagia di dalam namaKu yang kudus.

Adam termenung. Meninggalkan Ka’bah yang merupakan satu-satu nya harapan baginya untuk dapat berjumpa dengan Tuhannya? Semua yang ia inginkan hanyalah dapat kembali bertemu dengan Tuhan, dan Ka’bah itulah alatnya.

Namun sekarang dia diperintahkan untuk meninggalkan Ka’bah itu supaya dapat berbahagia? Apakah ini akan menjadi perpisahan yang kedua, sesudah perpisahan dari Tuhan? Tuhan menjanjikan kepadanya Negeri yang penuh dengan kebahagiaan dan tawaria.

Apakah memang ada negri itu? Apakah itu Negeri Surga yang berada di Bumi? Apakah Negeri itu disucikan seperti halnya Surga? Namun segera ia kembali mendengar suara Tuhan dengan begitu jelasnya: Adam, dengarkanlah Aku. Lakukan apa yang Aku perintahkan kepadamu. Aku Maha Tahu, dan kau tidak.

Seperti apakah rasanya hari harinya di Dunia ini tanpa Ka’bah? Namun Adam harus memenuhi semua perintah Allah.

Pertama

Ketika Adam mulai berjalan meninggalkan Ka’bah itu, dia melemparkan pandangannya ke belakang ke arah Ka’bah. Tiba-tiba ia kehilangan tenaga. Ia kembali lagi ke Ka’bah itu, memeluknya dan menciuminya. Dia pandangi Ka’bah itu dengan penuh keharuan, dia bagaikan tidak tega untuk meninggalkan Ka’bah itu.

Nalurinya bangkit. Ia berfikir, kalau ia mengitari lagi Ka’bah itu sebanyak tujuh kali, mungkin ia akan beruntung kali itu, dan Tuhan akan menampkann diriNya untuknya. Maka Adam pun mulai mengitarinya lagi sebanyak tujuh kali.

Setelah selesai, ia pandangi sekelilingnya untuk melihat apakah Tuhan menampakkan diriNya. Namun Adam tidak melihat siapa pun di sana.

Dia merasa begitu hampa. Di bawah naungan Ka’bah itu ia merenungi dirinya. Terkadang ia baringkan wajahnya di dinding Ka’bah itu sambil merenungi betapa berdosanya ia, dan betapa ia kini terpisah jauh dari Tuhannya.

Namun kemudian ia mencoba bangkit lagi untuk mememuhi perintah Tuhan untuk pergi meninggalkan Ka’bah itu.

Kedua

Ia berjalan lagi meninggalkan bayangan Ka’bah itu, dan semakin lama semakin jauh. Hingga ketika ia sampai pada suatu jarak, ia menyadari bahwa ia tidak tega untuk meninggalkan Ka’bah itu. Dia menghentikan langkahnya. Kemudian ia menoleh lagi ke belakang untuk memandangi Ka’bah itu.

BACA:  Ka’bah Berasal Dari Sisi Allah Surgawi

Ka’bah itu masih berdiri di kejauhan di dalam keheningan. Tanpa ia sadari, ia berjalan lagi kembali ke arah Ka’bah di dalam kesedihan, dan mendekatinya. Ia peluk Ka’bah itu dan meciuminya.

Dia berfikir, kalau ia mengitarinya lagi sebanyak tujuh kali, mungkin itulah saatnya Tuhan akan menampakkan diriNya lagi untuknya. Maka Adam pun mengitarinya lagi sebanyak tujuh kali.

Setelah selesai, Adam pandangi sekelilingnya seandainya kali ini Tuhan berbelas kasih kepadanya. Adam merasakan keheningan ketika ia mengetahui bahwa tidak ada siapa-siapa di sekitarnya kala itu. Sekali lagi, ia baringkan wajahnya pada dinding Ka’bah itu, dan ia bentangkan tangannya seolah ia ingin memeluk Ka’bah itu.

Ketiga

Dan sekali lagi, Adam memberanikan dirinya untuk bangkit dari kesedihannya walau pun hatinya begitu sendu. Dia harus meninggalkan Ka’bah itu sekarang juga! Dia langkahkan kakinya menjauhi Ka’bah dan semua kenangan yang meliputinya.

Hingga ketika ia sampai pada suatu jarak, ia tersungkur di dalam keputusasaan. Ka’bah, bagi Adam, adalah satu-satunya jawaban bagi kerinduannya kepada Tuhan, dan tidak ada yang dapat menggantikan Ka’bah itu di hatinya.

Kalau ia menyesali dan meratapi dosanya ketika ia berada di dalam Surga, maka meninggalkan Ka’bah itu adalah terlalu pahit baginya sebagai hukuman.

Dia berprasangka bahwa melanggar perintah Tuhan untuk menjauhi Buah Larangan di dalam Surga itu tidak lah sebanding dengan perintah untuk meninggalkan Ka’bah, karena hubungan antara manusia dengan Tuhan haruslah berada di atas segala galanya.

Adam menghentikan langkahnya. Dia palingkan wajahnya untuk menoleh ke Ka’bah dari kejauhan. Ketika Ka’bah sudah berada di dalam pandangannya, maka Adam pun kembali kehilangan tenaganya. Itu membuat Adam kembali melangkah mundur ke arah Ka’bah untuk mencapainya dan berada di dekatnya.

Rasa harunya kepada Ka’bah memuncak lagi di dalam dadanya. Dia percaya, kalau ia sekali lagi mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali di dalam keyakinannya, mungkin kali ini dia akan beruntung. Maka ia pun mulai lagi mengitari Ka’bah itu.

Namun tetap saja, Allah tidak lagi menampakkan diriNya kepada Adam. Putusasa di atas putusasa yang lain. Ia baringkan wajahnya pada dinding Ka’bah dengan air mata yang terurai.

BACA:  Apa Misi Nabi Sulaiman di Tanah Negeri Nusantara?

Hitungan Terakhir

Akhirnya Adam mendegar suara Tuhan menyerunya dari dalam Surga: Adam! Kuatkanlah dirimu! Bukan kah Aku akan selalu besertamu setiap saat? Dan bukan kah kau sudah Aku ampuni?

Bukan kah Aku tidak akan pernah meninggalkanmu? Dan sekarang, bangkitlah. Berjalanlah meninggalkan Ka’bah itu. Tanah yang dijanjikan untukmu sudah menunggumu.

Tuhan melanjutkan: kali ini harus lah kau bersunggu-sungguh. Ketika kau akan melangkah menjauhi Ka’bah itu, jangan lah lagi kau berpaling ke belakang ke arah Ka’bah.

Lupakanlah Ka’bah itu untuk selama-lamanya. Ka’bah adalah masa lalumu. Sekali kau memalingkan wajahmu ke Ka’bah, kau akan kehilangan tenaga dan daya upayamu untuk memenuhi semua perintahKu.

Adam pun mematuhi apa yang dititahkan Illahi. Adam mulai berjalan meninggalkan Ka’bah, dengan rasa takut seolah ia akan kembali menoleh ke belakang melihat Ka’bah. Dia harus menguatkan hati dan imannya kali ini. Dengan kehendak Tuhan, akhirnya Adam pun berhasil meninggalkan Ka’bah itu seutuhnya.

Penutup

Dari babak ini kita melihat betapa kesedihan Adam begitu dahsyatnya sementara ia harus memenuhi semua perintah Tuhan. Adam harus menyadari bahwa Ka’bah hanya lah sebatas representasi, lambang. Dan hari hari di Dunia ini haruslah diisi dengan penunaian semua perintah Tuhan.

Ada TIGA pengulangan yang dilakukan Adam terhadap Ka’bah hingga akhirnya Adam benar-benar meninggalkan Ka’bah. Setiap pengulangan mengisahkan betapa kekuatan dan daya upaya Adam hancur lebur ketika ia menoleh lagi ke Ka’bah: Ka’bah telah memicu kesedihannya.

Dan ketika kesedihan itu terpicu di dalam hatinya, semua kekuatan nya untuk memenuhi semua perintah Tuhan pun hilang. Setiap pengulangan mengisahkan bahwa Adam membaringkan wajahnya pada dinding Ka’bah di dalam kesedihan.

Di dalam pelaksanaan ibadah haji, para jemaah haji akan melakukan thawaf wada, yang berarti thawaf perpisahan. Ibadah ini ditunaikan ketika seorang jemaah haji sudah menuntaskan semua peribadatan hajinya. Dan semua rangkaian ibadah haji itu harus lah ditutup dengan thawaf wada ini.

Ibadah terakhir ini mempunyai aturan yang khas: ketika seorang jemaah selesai melakukan thawaf wada ini maka ia tidak diperkenankan untuk menoleh ke belakang ke Ka’bah lagi. Kalau seorang jemaah memandang lagi ke Ka’bah maka tawaf wada nya batal, dan ia harus mengulang thawaf wada lagi.

Hal ini tepat seperti apa yang dilalui Adam pertama kalinya: ketika ia berpaling lagi ke Ka’bah, maka thawafnya seolah menjadi batal, dan harus diulang lagi….

BACA:  Satrio Piningit Menurut Filosofi Hindu

Tampaknya thawaf wada ini berasal dari apa yang dialami Adam ketika Tuhan memerintahkan Adam untuk pergi meninggalkan Ka’bah itu supaya Adam dapat menjelajahi Dunia yang luas ini. Dan tampaknya semua jemaah haji pun tidak dapat tahan untuk tidak menoleh ke belakang untuk memandangi Ka’bah lagi.

Setiap seorang jemaah haji telah selesai melakukan thawaf wada, seperti nya ada kesedihan yang muncul di dalam hatinya, dan seperti nya mereka tidak tega untuk meninggalkan Ka’bah itu. Mereka ingin memandang ke Ka’bah lagi untuk kali terakhir.

Namun kalau mereka pandang lagi Ka’bah untuk terakhir kalinya, maka pastilah hati mereka akan menjadi layu dan berat. Untuk itulbatal lah thawaf wada nya, dan mereka pun harus mengulangnya lagi.

Ketika Adam diperintahkan untuk meninggalkan Ka’bah, artinya Adam harus ‘keluar’ untuk memerintah Dunia ini. Dan seperti Adam, ketika seorang jemaah haji sudah selesai dengan ibadah hajinya, maka dia harus ‘keluar’ untuk memerintah Dunia ini (bekerja dan membenahi kehidupannya).

Jemaah haji itu akan melakukan perjalanan panjang untuk mensukseskan tugasnya sebagai wakil Tuhan di muka Bumi, seperti Adam yang pertama. Perintah Tuhan kepada Adam untuk meninggalkan Ka’bah, bagi jemaah haji dari seluruh Dunia.

Berarti, bahwa semua jemaah haji setelah menunaikan ibadah haji harus hidup di Dunia ini dengan mengenang Ka’bah sebagai tempat pertemuannya dengan Tuhan: ada tugas lain yang lebih banyak yang harus dilakukan di tempat yang jauh dari Ka’bah.

Pada masa Nabi Muhammad Saw, ada beberapa jemaah haji yang membaringkan wajah mereka pada dinding Ka’bah, seolah mereka sedang merenungi dosa mereka. Sejarah menjelaskan bahwa Muhammad Saw tidak pernah mengajarkan hal tersebut kepada kaum Muslim. Kalau begitu, siapakah yang mengajari mereka untuk berbuat seperti itu?

Jawabannya adalah, keinginan, naluri mereka untuk membaringkan wajah mereka pada dinding Ka’bah itu datang dari dalam psikologi mereka sendiri, dan Adam menurunkan naluri itu kepada semua umat manusia .

Apa yang dilakukan Adam semasa hidupnya akan menjadi warisan untuk semua keturunannya, termasuk di dalam nya semua ibadah haji:

  • Mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali.
  • Thawaf wada’.
  • Membaringkan wajah pada dinding Ka’bah.
  • Menangis di Ka’bah / Mekah.
  • Mendaki Jabal Rahmah.
  • Naik haji ke Mekah.
  • Menciumi Hajarul Aswad.
  • Berdiam di Padang Arafah dan lain lain.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN