Kontroversi Ilmiah di Cagar Budaya Situs Gunung Padang

 

Kontroversi Ilmiah di Cagar Budaya Situs Gunung Padang

Ilmiah itu jujur dan tidak sombong. Jujur berarti berpatokan pada data dan terbuka pada berbagai interpretasi dan pendapat yang berbeda. Tidak sombong karena kebenaran ilmiah tidak mutlak, interpretasi bisa salah atau berubah karena ada data baru atau konsep baru. Penelitian yang jujur selalu benar karena thesis yang salah tidak masalah karena berarti sudah membuktikan bahwa yang benar adalah anti-thesis.

Dalam dua tahun terakhir terjadi kontroversi ilmiah di cagar budaya Situs Gunung Padang Cianjur JawaBarat. Sejalan dengan hiruk-pikuknya pro dan kontra, Gunung Padang menjadi pusat perhatian nasional bahkan dunia sehingga popularitasnya naik tajam. Penelitian ilmiah membuat Gunung Padang menjadi tujua nwisata favourit. Pengunjung yang tadinya puluhan sekarang menjadi ribuan. Jadi efek penelitian positif, namun harus segera dilakukan pengelolaan supaya ledakan wisatawan tidak merusak situs. Selain itu, banyak orang yang dulu tidak tertarik kepada sejarah dan kepurbakalaan menjadi antusias. Dunia arkeologi dan geologi pun jadi lebih diminati.

Cagarbudaya Situs Gunung Padang adalah situs megalitik yang tersusun dari batu-batu kekar kolom (columnarjoints) membentuk lima teras seluas 3 hektar di atas bukit. Semua sependapat bahwa batu-batu berbentuk kolom atau balok memanjang dengan penampang segi 8,5,4,3 itu terbentuk secara alamiah sebagai kekar-kekar (bidang-bidang rekahan) yang terjadi ketika cairan magma panas mengalami pendinginan dan membeku menjadi batu. Namun diGunung Padang batu-batu kolom alamiah ini digunakan oleh manusia menjadi sebuah konstruksi batuan yang unik, sering disebut sebagai‘punden berundak’ oleh para arkeolog .

Yang menjadi kontroversi sebenarnya masalah fisik yang simpel bukan mengenai teori atau konsep yangabstrak. Ada tiga hal, yaitu tentang luasan penyebaran situs dipermukaan, tentang kondisi geologi di bawah permukaan situs, dan tentang umur situs. Ada dua kelompok utama yang bersilang pendapat. Kelompok pertama berkeyakinan bahwa situs punden berundak megalitikhanya menempati area di puncak bukit tersebut seluas 3 hektar (KolomGATRA 8 Januari –Nina Lubis, Kolom GATRA 14 Januari-Lutfi Yondri) . Kemudian kelompok ini berkeyakinan bahwa bukit di bawah situsseluruhnya bentukan alamiah geologi. Kelompok ini utamanya mewakilihasil penelitian dari Arkenas dan Badan Geologi, jadi kita sebutsaja Kelompok ABG.

BACA:  Senjakala Tahta Majapahit

Kelompok kedua berpendapat bahwa situspunden berundak tersebut jauh lebih besar tidak hanya menempatipuncak tapi melampar sampai ke bawah bukit seluas 15-25 hektar. Jadikatakanlah mirip dengan situs Machu Pichu di Peru. Kemudian hasilpenelitian kelompok kedua mengatakan bahwa di bawah situs pundenberundak tersebut masih terdapat lapisan situs bangunan atau fituryang lebih tua, bahkan diduga mempunyai ruang-ruang dan lorong-lorongdi bawah tanah.

Kelompok kedua ini tergabung dari para penelitiberbagai disiplin ilmu dan institusi dikenal sebagai Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM). Para ahli TTRM meneliti bersama secarasukarela karena hobi memakai dana seadanya dari sumbangan dan kocekkantong sendiri untuk operasional bukan untuk memenuhi programpemerintah. Tim ini difasilitasi oleh Kantor Staf Khusus Presiden,Sekretariat Negara untuk koordinasi, perijinan dan komunikasi denganinstansi-instansi terkait.

Di media massa dan masyarakat pangkalkontroversi ilmiah yang sebenarnya biasa-biasa saja ini menjadi biaskarena terdistorsi oleh bercamputnya banyak isyu macam-macam tentangperdebatan piramid, spekulasi keberadaan perangkat teknologi canggihdi dalam bukit, dikaitkan dengan hal-hal mistik, sampai dugaan ngawuradanya harta karun berupa emas berton-ton di dalam perut GunungPadang.

BACA:  Kerajaan Saba Tetap Berada di Timur Tengah dan Bangsa Jawa Bukan Leluhur Yahudi

Kontroversi dibuat lebih riuh lagikarena satu kelompok menuduh kelompok lainnya melakukan perusakansitus dalam metoda penelitiannya. Selain itu perihal otoritas danprosedur ijin penelitianpun dipermasalahkan, padahal semua sudahdiatur dengan jelas dalam UUD Cagar Budaya 2010, buat apa dipersulit. Agak janggal kenapa itu terjadi, karena kedua Kelompok inimasing-masing didukung oleh para pakar senior yang seharusnya tidakperlu dipertanyakan atau diragukan keahliannya dibidang masing-masingdan tentu masing-masing pihak paham akan hal perijinan danpelestarian situs. Jadi kita fokus pada argumen-argumen ilmiahny asaja.

Luasan Situs Punden Berundak

Kelompok ABG berpendapat bahwa situsGunung Padang hanya menempati area datar di puncak bukit saja karenamereka meng-klaim tidak melihat ada struktur punden berundak dilereng bukit, tapi hanya batu-batu kolom yang berserakan tidakberaturan sehingga dianggap lapisan hasil proses alamiah saja, yaitukarena pelapukan, erosi dan longsor. Ini kesimpulan yang logis kalaudiasumsikan ada tubuh batuan sumbat lava berstruktur kekar kolom sebagai sumber batu-batunya di bawah lapisan tanah dan bongkahbatu-batu kolom tersebut .

Perlu diketahui bahwa lereng bukitdipenuhi pohon-pohon dan semak belukar; Sebagian lagi sudah dijadikankebun-kebun penduduk, sehingga sebenarnya tidak mudah untukmenyimpulkan status apakah batu-batu tersebut berserakan acak ataumemang (tadinya) ada struktur teras-teras. Butuh penelitian danpemetaan yang lebih detil dan komprehensif.

Lain halnya dengan TTRM, menurutintuisi seorang arsitek struktur teras-teras besar di atas bukitlogikanya harus ditopang sampai ke bawah agar dapat lestari sampairibuan tahun. Faktanya banyak sekali ditemukan batu-batu kolom dilereng-lereng sampai ke sungai-sungai di bawahnya, dan di beberapalokasi masih ditemukan teras-teras batu yang tersamar karena ditutupioleh semak belukar.

BACA:  Kisah Keturunan Dewawarman (Purwayuga 5)

Tanpa sengaja ketika Tim TTRM pada pertengahantahun 2012 melakukan pembersihan semak belukar untuk jalur lintasansurvey georadar (GPR=Ground Penetration Radar) tertampak jelasteras-teras batu kolom membentuk undak berundak dari atas sampai kebawah lereng pada lereng timur di bawah Teras 5 (pojok selatan).

Pada bulan Juni-Juli 2013, temuan ini dilanjutkan dengan pembersihansemak belukar di lereng Timur untuk melihat penyebaran teras-terasbatu tersebut bekerjasama dengan Tim Badan Pengelola Cagar Budaya Serang. Hasilnya positif menampakan struktur teras-teras batumeskipun memang banyak juga bagian yang sudah berserakan tidakberaturan. Tapi arkeolog dari Kelompok ABG berkilah bahwateras-teras batu yang terlihat dibuat oleh para petani untukberladang, bukan bagian dari situs punden berundak.

Solusinya, para ahli sosial-sejarahdapat mencari kebenaran apakah dulu ada para petani yang membuatteras-teras batu di lereng bukit Gunung Padang dari batu-batu kolomyang berserakan. Para arkeolog yang berbeda pendapat, barangkalibisa dibantu oleh arsitek dan ahli lainnya, untuk sama-sama menelitidan mendiskusikan fakta-faktanya di lapangan. Dari kacamata geologi,untuk membantu perbedaan pendapat ini adalah dengan meneliti batuandasar di bawah lapisan tanah yang mengandung banyak batu-batu kolom.

Apabila misalnya ternyata tidak ada batuan sumber di bawah lapisantanah maka mustahil batu-batu itu berserakan begitu saja secaraalamiah. Jumlah batu-batu kolom yang berserakan di lereng-lerengsampai ke sungai tersebut volumenya sangat besar . Artinya, kalaudianggap akibat longsoran, maka harus ada sumber batuan atau pangkallongsornya di bagian atas. Dan hal itu tidak ditemukan, selainargumen bahwa batu-batu kolom tersebut besar dan berat sekalisehingga tidak mudah untuk bergerak longsor sampai jauh, palingmerayap sedikit-sedikit ke bawah.

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN