Di dalam Al Quran banyak sekali kisah yang dikisahkan Allah, utamanya kisah Nabi-Nabi. Adapun kisah-kisah dalam Al Quran tujuannya bagi yang membacanya bukan hanya sekadar untuk enak didengar, bukan hanya sekadar bacaan hiburan.
Kisah-kisah dalam Al Quran mendapat predikat dari Allah sebagai ahsanu lqasas, kisah-kisah yang terbaik, seperti FirmanNya dalam S.Yusuf, 3: Nahnu naqussu ‘alaika ahsana lqasasi bimaa awhaynaa ilayka haadza lQuran wa in kunta min qablihie lamina lghaafilien, artinya, Kami kisahkan kepadamu (hai Muhammad) kisah-kisah terbaik dengan jalan mewahyukan kepadamu al Quran ini, yang sesungguhnya engkau sebelumnya (mendapatkan wahyu), belumlah mengetahui (kisah-kisah terbaik itu).
Salah satu di antara kisah-kisah terbaik itu adalah kisah Nabi Yusuf ‘Alaihi Ssalam. Di dalam kisah Nabi Yusuf AS ini banyak pesan-pesan nilai yang dapat kita simak. Seperti kita ketahui, Nabi Yusuf AS adalah salah seorang dari dua belas anak Nabi Ya’qub AS, yang anak dari Nabi Ishaq AS, yang anak dari Nabi Ibrahim AS. Dari kedua belas anak-anak Nabi Ya’qub AS itulah yang menurunkan kedua belas puak (tribes) Bani Israil.
Seperti diketahui dalam sejarah sepeninggal Raja yang sekaligus Nabi Sulaiman AS, kerajaannya itu pecah dua, 10 puak di Kerajaan Utara, dan 2 puak di Kerajaan Selatan. Yang Utara ditaklukkan oleh bangsa Asysyiria, dan ke-10 puak itu sudah tidak jelas ke mana rimbanya. Yang tertinggal hingga sekarang hanyalah 2 puak saja lagi. Itupun mereka, ke-2 puak, yang dari Kerajaan Selatan itu tidak luput dari jarahan kerajaan asing, dalam hal ini Babilonia, yang menawan mereka semuanya ke Babilon, dan diperbudak di sana.
Inilah yang dalam sejarah dikenal dengan Babylonische Ballingchap, masa pembuangan ke Babilonia. Setelah Cyrus, Raja Parsi, penganut agama Zarathustra yang taat, mengalahkan Babilonia, maka ke-2 puak Bani Israil itu dipulangkan kembali ke negerinya. Namun orang-orang Kashmir mengklaim, bahwa mereka itu adalah keturunan dari The Ten Lost Tribes of Israel.
Bahkan ada buku yang pernah saya baca, sudah lupa siapa penulisnya, bahwa ke-10 puak Israil yang hilang itu adalah orang Inggeris yang sekarang ini. Dalam The Book of Mormon, Kitab Suci agama Mormon, yang pendirinya Yoseph Smith, kita dapat baca bahwa ada puak dari The Ten Lost Tribes itu berhasil luput dari kepungan bangsa Asysyiria dan menyeberangi laut Atlantik.
Orang-orang yang beragama Mormon, yang berpusat di Salt Lake City, Negara bagian Utah Amerika Serikat berkeyakinan, bahwa di antara orang-orang Indian adalah keturunan dari salah satu di antara ke-10 puak Bani Israel yang hilang itu. Dan mereka berkeyakinan, bahwa Nabi ‘Isa AS pernah ke Amerika untuk memenuhi janjinya untuk mencari domba-domba Israel yang hilang.
Sebagai tambahan informasi, Kitab Suci orang-orang Mormon itu saya miliki dalam perpustakaan pribadi saya, sebagai hadiah dari Prof. DR Ir Richard Toreh M.Sc, itu Guru Besar Fakultas Teknik, Jurusan Sipil. Beliau tidak beragama Mormon, melainkan beliau membawa pulang Kitab itu lebih dua puluh tahun lalu setelah menyelesaikan M.Sc-nya di Utah, Amerika Serikat.
Kembali kita kepada kisah Nabi Yusuf AS. Salah satu pesan nilai dari kisah Nabi Yusuf AS ini adalah hubungan segi tiga antara Nabi Yusuf AS – saudara-sadaranya – Nabi Ya’qub AS. Berfirman Allah tentang hal ini dalam S.Yusuf, ayat 5: La qad kaana fie yuwsufa wa ikhwatihie aayaatun lissaailien, artinya: Maka adalah dalam hal hubungan Yusuf dengan saudara-saudaranya, merupakan ayat (informasi) bagi mereka yang suka mencari yang tersirat (inquirers).
Apa sesungguhnya nilai yang tersirat dalam kisah Nabi Yusuf AS? Ini dapat kita ungkapkan, jika membaca pada ayat berikutnya: Idz qaaluw layuwsufu wa akhuwhu ahabbu ilaa abienaa minnaa wa nahnu ashbatun, artinya: Ingatlah, ketika (saudara-saudara Yusuf) berkata: Yusuf itu dan saudaranya (Benyamin) lebih dicintai oleh ayah kita ketimbang kita ini, padahal kita ini berkelompok lebih kuat (S.Yusuf,8).
Maka jelaslah bahwa salah satu nilai yang tersirat dalam kisah hubungan segi tiga Yusuf – saudara-saudaranya – ayahnya, adalah hendaknya seorang ayah ataupun orang tua, walaupun sudah merasa bertindak adil pada anak-anaknya, perlu kehati-hatian di dalam bersikap. Yaitu jangan sampai dalam bersikap itu, anak-anak mempunyai kesan diperlakukan tidak adil, walaupun dari pihak orang tua tidak ada sama sekali dalam hati nurani dan benaknya untuk berlaku tidak adil.
Pelajaran apa yang dapat kita petik dari perbincangan ini? Nabi Ya’cub AS seorang nabi. Walaupun demikian dalam bersikap terhadap anak-anaknya, masih ada kesan dari anak-anaknya yang 10 orang bahwa mereka itu diperlakukan tidak adil. Nah, sedangkan seorang nabi masih mendapat kesan yang negatif dari anak-anaknya, apalah lagi kita ini sebagai manusia biasa.
Kalau ada di antara anak-anak kita mempunyai kesan, bahwa kita sebagai ayahnya tidak memperlakukan mereka dengan adil, maka perlu introspeksi. Melihat lebih dalam, tidak hanya melihat gejala di permukaan saja. Demikian pula dalam hubungannya antara pemerintah sebagai ayah dengan organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa sebagai anak-anaknya.
Adanya protes terhadap eksistensi KNPI, baik di Palu, yang HMI keluar dari KNPI, maupun baru-baru ini di Yogyakarta yang menghendaki bubarnya KNPI, perlu disimak lebih dalam. Apakah hanya sekadar karena soal kepemimpinan dalam tubuh KNPI, ataukah lebih dalam lagi menukik dalam kejiwaan, sebagaimana halnya dengan ke-10 saudara-saudara Yusuf, bahwa Yusuf itu ahabbu ilaa abienaa minnaa, Yusuf itu lebih dicintai oleh ayah kita ketimbang kita yang 10 orang ini.
Maka perlu sekali menyimak lebih dalam, mengintrospeksi baik dari pihak ayah yaitu pemerintah, maupun dari anak, yaitu dalam hal ini KNPI. Sedangkan Nabi Ya’qub AS, yang seorang nabi, dalam bersikap memberikan kesan pada anak-anaknya tidak berlaku adil, apalah pula kita ini cuma manusia biasa saja. Ya, laqad kaana fie yuwsufa wa ikhwatihie aayaatun lissaailien.
WaLlahu a’lamu bishshawab.
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin