Gunung Padang Sebagai Kuil Matahari Sundapura

 

AJAIBNYA.COM – Sejak ditemukan beberapa waktu lalu, situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat memang semakin menarik perhatian seluruh pegiat sejarah, terutama mereka yang bergelut dengan kepurbakalaan.

Berbondong-bondong tim peneliti berdatangan ke Gunung Padang, baik bentukan pemerintah maupun sejumlah peneliti dari luar negeri. Mereka benar-benar terpikat dengan prediksi bahwa situs Gunung Padang adalah sebuah bangunan purba yang bahkan lebih besar dan lebih tua dari Candi Borobudur!

Gunung Padang Sebagai Kuil Matahari Sundapura
Situs Gunung Padang menjelang sore hari

Berdasarkan sejumlah penelitian terbaru didapatkan bahwa usia situs Gunung Padang tersebut adalah berkisar antara 12.000 – 20.000 tahun yang lalu. Ini bahkan lebih tua dari kebudayaan mesir kuno yang selama ini dianggap kebudayaan tertua di dunia.

Jika hal ini terbukti benar, maka Indonesia akan tercatat sebagai daerah dimana kebudayaan masa lalunya sudah sangat tinggi di bandingkan daerah lain di dunia. Karena itulah, penemuan situs Gunung Padang ini semakin menguatkan legenda kehidupan Atlantis di bumi Nusantara pada masa dahulu kala.

Kini, banyak pihak yang meyakini bahwa situs Gunung Padang di Cianjur adalah situs megalitikum yang dibangun oleh leluhur bangsa Galuh Agung (Nusantara). Mereka menempatkan dan menata Gunung Padang sebagai bangunan suci atau “pura” yang pada umumnya disebut “Sundapura“ (bangunan suci bangsa Matahari).

Istilah “Padang” berasal dari beberapa suku kata, yaitu :

  • Pa = Tempat
  • Da = Besar / Gede / Agung / Raya
  • Hyang = Eyang / Moyang / Biyang / Leluhur Agung

Jadi arti kata “Padang” itu adalah Tempat Agung para Leluhur atau boleh jadi maknanya Tempat para Leluhur Agung.

Keberadaan nilai “padang” di gunung Padang tidak terlepas dari keberadaan Parahyang yang berpusat di Jawa Barat, dengan demikian gunung Padang merupakan bagian dari Parahyang yang artinya adalah;

  • Pa = Tempat
  • Ra = Matahari
  • Hyang = Eyang / Moyang / Biyang / Leluhur Agung
BACA:  Sejarah Asal Usul dan Legenda Telaga Warna

Lebih kurang maknanya (maksudnya) adalah “Tempat Leluhur Matahari” atau “Tempat Leluhur bangsa Matahari” yang ditandai dengan adanya pura agung Gunung Parang (Pa-Ra-Hyang) di Jati Luhur–Purwakreta.

Diduga seluruh bentuk gerbang pura dan gerbang keratuan (keraton) Nusantara yang ada pada saat ini mengacu kepada bentuk dasar Gunung Parang di Jati Luhur – Purwa Kreta ini, (perlu diteliiti lebih lanjut).

Gunung Parang – Jati Luhur – Purwakreta

Ajaran Sunda (Sang Hyang Tunggal / Sang Hyang Manon / Sang Hyang Siwa / Sang Guru Hyang / Sangkuriang / Sang Batara Guru / Matahari / Ra) menyebar hampir ke seluruh dunia, dan jejaknya hingga saat ini masih terdapat diseluruh benua (Amerika, Eropa, Afrika dan Asia) yang ditandai dengan adanya Kuil Matahari  atau  The Temple of The Sun .

Gunung Parang

Gunung Parang – Jati Luhur -Purwakreta

Sunda berasal dari kata :

  • Su = Sejati
  • Na = Api
  • Da = Besar / Gede / Agung

Jadi, “Sunda” itu artinya adalah Sejatinya Api Besar atau Api Agung yang Sejati, maka dari itu jaman dahulu hampir seluruh tempat di Parahyangan (Jawa Barat jaman dulu) mempergunakan istilah “CI” sebagai awalan nama wilayah; seperti Ci-Anjur, Ci-Bodas, Ci-Beureum, Ci-Panas, dst. yang maksudanya adalah CAHAYA. (bedakan antara istilah CI dengan CAI = air).

Matahari atau Sunda adalah bentuk lambang yang Maha Kuasa paling tua, bahkan lebih tua dari planet Bumi itu sendiri.

Lambang yang ada di langit itu asli ciptaan yang Maha Kuasa dan bukan buatan manusia, jadi sangat berbeda dengan pola lambang pada agama-agama modern yang direkayasa oleh manusia.

BACA:  Diperkirakan sejak 2800 - 4500 SM, Situs Gunung Padang Telah Ada

Hingga saat ini belum pernah ada yang mampu menandingi lambang yang Maha Kuasa yang setara dengan Matahari. bahkan sebaliknya Matahari-lah yang telah memberi kehidupan kepada seluruh mahluk di muka Bumi.

Bukankah itu lambang yang maha dasyat? Maka itu sebabnya leluhur Nusantara (bangsa Galuh Agung) begitu memuja dan memujinya…. “Tanpa Matahari, di Bumi tidak pernah ada kehidupan dan hanya ada kegelapan…!”

Walaupun terdapat sedikit perbedaan dalam bentuk bangunan di setiap negara (benua) namun secara prinsip memiliki makna (nilai) serta fungsi yang sama, yaitu untuk ber-Sembah Hyang kepada para leluhur sebagai wakil dari Hyang Maha Kuasa di alam nyata (Marca-Pada), sebab dalam ajaran Sunda (Sundayana) yang Maha Kuasa itu betul-betul suci (terbebas dari daya kecerdasan manusia).

Sehingga tidak terdefinisikan dengan apappun; tidak bernama, tidak berbentuk, tidak berwujud, tidak berwarna, tidak bersifat, tidak berpihak… tidak terbayangkan atau sering disebut Sang Suwung (Maha Gaib atau Maha Ketiadaan yang mutlak).

Gunung Padang merupakan perlambangan titik pusat cahaya (matahari) dalam posisi Lingga yang didukung oleh lingkungan (lingkar perbukitan) yang mengelilingi gunung Padang sebagai Yoni-nya. Hal ini menunjukan alasan, itu sebabnya gunung Padang dibangun ditempat tersebut, jadi bukan secara acak tanpa perhitungan.

BACA:  Antara Majapahit, Demak dan Kerukunan Beragama

Justru hal ini menunjukan hasil survey para leluhur yang luar biasa dan sungguh-sungguh dalam menentukan letak bangunan suci, jadi bukan dengan cara minta sumbangan (kencleng) di sisi jalan!

Boleh jadi istilah Caang Padang (terang-menderang) itu merupakan kata sandi atas “Pura Matahari”, yang dengan sengaja disembunyikan agar tidak dihancurkan oleh musuh bebuyutan Keraton Galuh Agung – Nusantara.

Maka dari itu untuk memahami keberadaan situs Gunung Padang, kita tidak boleh hanya tertuju kepada obyek situsnya saja, sebab mustahil para Leluhur Galuh Agung terlepas dari konsep alam secara menyeluruh, mereka sangat memuja alam sebagai lingkungan hidup yang harus selalu dihormati dan terjaga kesuciannya, begitulah kebijakan para leluhur bangsa kita.

Catatan:

Perlu kita ketahui, leluhur bangsa kita tidak mengenal budaya mempersembahkan “manusia” kepada Sang Hyang Tunggal. Hal itu hanyalah propaganda bangsa asing untuk menancapkan kekuasaan mereka melalui kedok penyebaran agama, ingat misi Gold, Gospel and Glory. Dan leluhur bangsa Nusantara telah dicap sebagai penganut Paganisme, Animisme, Dinamisme dan lain sebagainya.

Tapi anehnya hingga saat ini kita tidak pernah mendengar penganut Paganisme, Animisme, Dinamisme yang merusak alam dan lingkungan hidup, memasang Bom apalagi korupsi.  Senyata-nyatanya, para perusak alam (eksploitasi) dan para koruptor itu justru 100% penganut agama modern.

Jadi jangan terkecoh oleh propaganda bangsa asing, walaupun dalam bentuk ‘ilmu pengetahuan’… Mari kita merdeka dan berdaulat atas ilmu pengetahuan dan sejarah bangsa kita sendiri. Merdeka dan berdaulat di bumi pertiwi!

 

10 TOPIK MENARIK LAINNYA

sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin

JANGAN LEWATKAN