Kita sering mendengar kisah tentang kehebatan Nabi Sulaiman, yang bisa mengerti bahasa Semut. Tentu banyak yang penasaran, bagaimana beliau melakukannya?
Mungkin tulisan ini, adalah jawaban dari semua misteri itu…
Manusia dari Suku Semut
Di dalam salah satu tulisannya, yang berjudul “Apakah dalam Kejadian Sesungguhnya Nabi Sulaiman AS Dapat Bercakap-cakap dengan Burung dan Semut?” di harian Fajar Makassar, saat membahas QS.27:18-19, Ustadz Muhammad Nur Abdurrahman, menulis:
Hattay idza- Ataw ‘alay Wa-di nNamli Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum.
Sehingga tatkala mereka sampai ke lembah “semut”, berkata “seekor semut”, hai “semut” masuklah ke dalam tempat tinggalmu (QS.27:18).
Fatabassama Dha-hikan min Qawliha-.
Maka (Sulaiman) tersenyum oleh ucapan (“semut”) itu (QS.27:19).
“Semut” dalam ayat 18 dan 19 yang dikutip di atas itu, bukanlah semut yang sebenarnya, akan tetapi manusia biasa dari “puak semut“. “Seekor semut” maksudnya Kepala Suku dari puak semut.
Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama’, plural), yaitu seperti berikut:
an ant said: O, ant, enter your dwellings.
Maka perhatikan ant itu tunggal, (u)Dkhuluw dan Masa-kinakum adalah jamak.
Selanjutnya beliau menulis…
Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul semut, maka M.M. Pikthall menterjemahkannya dengan:
an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings.
Jadi M.M.Pikthall “terpaksa” menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu.
Namun jika difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka tidak akan ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan dirinya sebagai puak Semut.
Dengan demikian METODE yang dipakai Nabi Sulaiman, untuk memahami bahasa semut adalah dengan cara mempelajari bahasa mereka. Yaitu bahasa yang dipergunakan oleh sekelompok manusia, yang bernama Puak Semut atau Suku Semut atau Kaum Semut.
Apakah dalam Kejadian Sesungguhnya Nabi Sulaiman AS dapat Bercakap-cakap dengan Burung dan Semut?
Pembahasan dimulai dengan mengemukakan empat ayat dalam S. An Naml:
(1) Wa Qa-la Ya-ayyuha- nNa-su ‘Ullimna- Manthiqa thThayri. Berkata (Sulaiman): hai manusia, telah diajarkan kepada kami logika burung (27:16).
(2) Wa Husyira liSulaimana Junuwduhu mina lJinni wa lInsi wa thThayri Fahum Yuwza’uwna. Dan telah berkumpul bersama Sulaiman pasukannya yang terdiri dari jin, manusia dan burung-burung dalam formasi tempur (27:17).
(3) Hattay idza- Ataw ‘alay Wa-di nNamli Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum. Sehingga tatkala mereka sampai ke lembah “semut”, berkata “seekor semut”, hai “semut” masuklah ke dalam tempat tinggalmu (27:18).
(4) Fatabassama Dha-hikan min Qawliha-. Maka (Sulaiman) tersenyum oleh ucapan (“semut”) itu (27:19).
(1) Wa Qa-la Ya-ayyuha- nNa-su ‘Ullimna- Manthiqa thThayri. Berkata (Sulaiman): hai manusia, telah diajarkan kepada kami logika burung (27:16).
Nabi Sulaiman AS mengerti mantiq burung, yakni memahami makna kicau, gerak-gerik dan perangai serta kebiasaan burung. Sekarang ini ada sebuah disiplin ilmu yang disebut ethology (jangan dikacaukan dengan ecology), yaitu ilmu yang berhubungan dengan perangai binatang (animal behavior), terutama yang berhubungan dengan habitatnya.
Dalam Abad yang lalu ada Sulaiman modern yang bergelar “The Bird Man of Al Catraz“, yaitu seorang penghuni/narapidana di penjara Al Catraz yang faham dan ahli betul dalam hal ethology khusus untuk burung.
(2) Wa Husyira liSulaimana Junuwduhu mina lJinni wa lInsi wa thThayri Fahum Yuwza’uwna. Dan telah berkumpul bersama Sulaiman pasukannya yang terdiri dari jin, manusia dan burung-burung dalam formasi tempur (22:17)
Kata-kata yang dibentuk oleh huruf-huruf jim, nun, nun, mempunyai pengertian terlindung, terhalang, terisolasi dan terasing. Jinn adalah makhluk yang tidak kelihatan, terlindung dari pandangan mata manusia, dan dapat pula berarti suku terasing.
Jannah, taman, adalah tempat yang terlindung dari matahari oleh bayangan pohon, mujannah, perisai, penghalang dari tebasan musuh, janin, bayi yang masih terlindung dalam rahim ibu, majnun, orang gila, orang yang pikirannya kabur seakan-akan terhalang oleh kabut, tidak dapat membedakan antara bayangan dengan kenyataan.
Adapun jin dari pasukan Nabi Sulaiman AS, bukanlah jin dalam pengertian yang pertama, oleh karena kalau begitu yang diperlukan tidak usah sepasukan, cukup sejin saja (tentu tidak benar kalau dikatakan seorang jin).
Yang dimaksud dengan pasukan jin Nabi Sulaiman AS adalah orang-orang asing, yaitu mata-mata yang terdiri dari orang asing dari penduduk negeri yang dimata-matai, semacam pasukan kolone ke-5, yaitu tentara yang terlindung dari penglihatan musuh karena tidak berpakaian seragam untuk penyamaran.
Orangnya kelihatan, tetapi identitasnya sebagai tentara tidak nampak karena menyamar sebagai penduduk biasa. Pasukan burung adalah pasukan gerak cepat, yaitu pasukan kavaleri dan regu-regu pengintai yang membawa burung-burung untuk komunikasi. Perintah dari induk pasukan ataupun laporan ke induk pasukan diikatkan pada kaki burung.
(3) Hattay idza- Ataw ‘alay Wa-di nNamli Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum. Sehingga tatkala mereka sampai ke lembah “semut”, berkata “seekor semut”, hai “semut” masuklah ke dalam tempat tinggalmu (27:18).
(4) Fatabassama Dha-hikan min Qawliha-. Maka (Sulaiman) tersenyum oleh ucapan (“semut”) itu (27:19).
“Semut” dalam ayat 18 dan 19 yang dikutip di atas itu, bukanlah semut yang sebenarnya, akan tetapi manusia biasa dari “puak semut”. “Seekor semut” maksudnya Kepala Suku dari puak semut.
Kalau AL NML dianggap betul-betul semut, maka orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke bahasa lain yang mengenal pembedaan bentuk kata tunggal (mufrad, singular) dengan jamak (jama’, plural), yaitu seperti berikut:
an ant said: O, ant, enter your dwellings. Maka perhatikan ant itu tunggal, (u)Dkhuluw dan Masa-kinakum adalah jamak. Sayang dalam bahasa Inggris orang tidak membedakan dalam bentuk imperative singular dengan plural, tetap enter, tetapi dalam bahasa Arab dibedakan udkhul (tunggal) dengan udkhuluw (jamak).
Qa-lat Namlatun Ya-ayyuha- nNamlu Dkhuluw Masa-kinakum.
Ya-ayyuha- => seruan kepada banyak orang (jama’, plural)
Namlu dalam kalimat diperlakukan sebagai jama’ (plural), walaupun bentuknya mufrad (singular)
(u)Dkhuluw, masuklah kalian => jama’
Masa-kinakum, rumah kalian => jama’
Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, apabila anNamlu dianggap betul-betul semut, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan:
an ant exlaimed, O ants! Enter your dwellings.
Jadi M.M.Pikthall “terpaksa” menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masa-kinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal (mufrad), yaitu anNamlu.
Akan tetapi jika anNamlu difahamkan sebagai nama diri (a proper name) dari sebuah puak atau suku, yaitu puak Semut, maka ayat itu terjemahannya, sebagaimana diterjemahkan seperti berikut:
M.H.Syakir dari World Organization For Islamic Services (WOFIS), Tehran, Iran, dalam tafsirnya menterjemahkan the valley of the Naml, a Namlite dan O Naml. Dari tafsir Maulana Muhammad Ali, Pakistan, Soedewo menterjemahkan de vallei van den Naml, een Namliet dan O Naml.
Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural.
Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan dirinya puak Semut.
Bandingkan dengan people, yaitu any group of human beings (men or women or children) collectively, walaupun bentuknya singular, tetapi kata itu plural: people go, bukan people goes. .
Dari penafsiran bahwa anNamlu itu betul-betul semut, dikembangkanlah menjadi karya sastra, yaitu imajinasi berupa cerita-cerita Israiliyat. Tujuannya semula untuk menyampaikan pesan nilai, mendidik anak-anak, yang kemudian melebar menjadi cerita-cerita penglipur lara, yang umumnya disenangi ibu-ibu dalam majlis ta’lim.
WaLlahu A’lamu bi shShawab.
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
sajak sunda sedih, kesaktian eyang surya kencana, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin